Rabu, 03 Juni 2015

Metodologi Studi Islam

"SUMBER AJARAN ISLAM"


A.     Pengertian  Al – sunnah
Al-Sunnah atau al-hadits adalah segala sesuatu yang dari Rasulullah Saw, baik berupa qaul(ucapan), fi’il (perbuatan) maupun taqrir (sikap diam tanda setuju) Nabi Saw.
Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Sunnah, Al-Hadis, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.
B.     Unsur-unsur hadis
1.      Sanad
2.      Matan
3.      Rawi
C.     Peranan Al-Sunnah
1.      Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-qur’an. Misalnya, mengenai shalat. Di dalam al-qur’an ada ketentuan mengenai shalat. Ketentuan itu ditegaskan lagi pelaksanannya dalam sunnah Rasulullah. Contoh lagi mengenai puasa selama puasa ramadhan. Di dalam al-qur’an terdapat ayat mengenai puasa ramadhan, tapi pelaksanaannya ditegaskan dan dikembangkan lebih lanjut oleh Nabi melalui sunnah beliau.
2.      Sebagai penjelasan isi al-qur’an. Dengan mengikuti contoh diatas, misalnya mengenai shalat. Di dalam al-qur’an Allah memerintahkan manusia mendirikan shalat. Namun, di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at cara, rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencotohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun, dan syarat mendirikan shalat.
3.      Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam al-qur’an. Contohnya, larangan Nabi mempermadu (mengawini sekaligus atau mengawini secara bersamaan) seorang perempuan dengan bibinya. Larangan-larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surah An-nisa ayat 23. Namun, kalau dilihatn hikma larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah atau merusak silatuhrahim antara kedua kerabat yang tidak disukai agama islam. Dengan larangan itu, Nabi seakan mengisi “kekesongan” mengenai larangan perkawinan. Namun direnungkan lebih lanjut, illatnya (dasar atau motifnya) sama dengan mempermadukan dua orang saudara kandung, yang terdapat dalam surah An-Nisa untuk mencegah rusak bahkan putusnya hubungan silatuhrahmi antara kedua kerabat.
D.    Macam-macam hadist
1.      Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
2.      Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
3.      Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap    pernyataan ataupun perbuatan orang lain
4.      Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan.
E.      Pengertian ijtihad
Menurut bahasa berasal dari kata: berarti sungguh-sungguh, rajin, giat, atau mencurahkan kemampuannya daya upaya atau usaha keras, berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu.
Menurut istilah ijtihad adalah suatu upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk menegaskan prasangka kuat atau Dhon yang didasarkan suatu petunjuk yang berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan suatu yang terdekat dengan kitabullah dan sunnah rosululloh SAW.
F.      Dasar ijtihad
Ijtihad bisa sumber hukumnya dari al-qur'an dan alhadis yang menghendaki digunakannya ijtihad.
1.      Firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59
Terjemahan;
Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rosul dan orng-orang yang memegang kekuasaan diantara kamu kemudian jika kamu berselisih pendapt tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada allah(alqur'an dan sunnah nabi.”

2.      Sabda Rosullullah Saw:
Artinya:
Dari mu'adz bin jabal ketika nabi muhammad saw mengutusnya ke yaman untuk bertindak sebagai hakim beliau bertanya kepda mu'adz apa yang kamu lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus di putuskan? Mua'dz menjawab, "aku akan memutuskan berdasarkan ketentuan yang termaktuk dalam kitabullah" nabi bertanya lagi "bagaimana jika dalam kitab Allah tidak terdapat ketentuan tersebut?" mu'adz menjawab, " dengan berdasarkan sunnah rosulullah". Nabi bertanya lagi, "bagaimana jika ketenyuan tersebut tidak terdapat pula dalam sunnah rosullullah?" mu'adz menjawab, "aku akan menjawab dengan fikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara tanpa putusan" , lalu mu'adz mengatakan, " rosullulah kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan, segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusanku untuk hal yang melegakan".

3.      Sabda Rosulullah SAW
 Artinya:
"bila seorang hakim akan memutuskan masalah atau suatu perkara, lalu ia melakukan ijtihad, kemudian hasilnya benar, maka ia memperoleh pahala dua (pahala ijtihad dan pahala kebenaran hasilnya). Dan bila hasilnya salah maka ia memperoleh satu pahala (pahala melakukan ijtihad)
4.      Ijtihad seorang sahabat Rosulullah SAW, Sa'adz bin Mu'adz ketika membuat keputusan hukum kepada bani khuroidhoh dan rosulullah membenarkan hasilnya, beliau bersabda "Sesungguhnya engkau telah memutuskan suatu terhadap mereka menurut hukum Allah dari atas tujuh langit".
5.      Firman Allah yang artinya : "Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. Katakanlah, hanya rampasan perang itu keputusan Allah dan rosul sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu, dan taatilah kepada Allah dan Rosulnya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (Al-Anfal:1)
6.      fiman Allah yang artinya : "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampaan perang maka sesungguhnya setengah untuk Allah, Rosul, Kerabat rosul, anak-anak yatim, orang-oarang miskan dan ibnu sabil. Jika kamu beriamn kepada Allah dan kepada apa yang kami terunkan kepada hamba kami muhammad dari hari furqon yaitu bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa ata segala sesuatu". (Al-Anfal:41)
G.     Ruang lingkup ijtihad
Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hdist, maupan ijma' para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah.
berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :
1.     Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum sendiri
2.       Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf qordhowi mencakup tiga tingkatan:
a. Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus dipenuhi untuk kelangsung hidup manusia.
b.Hajjiyat yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.
c. Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas kebisaan dan akal yang baik
H.     Syarat-syarat ijtihad
 Syarat-syarat umum yang disepakati oleh para ulama' menurut Dr. Yusuf Qordhowi sebagai berikut:
1.      Harus mengetahui Al-Qur'an dan ulumul Qur'an:
a.       Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat
b.      Mengetahui sepenuhnya sejarah pengumpulan atau penyusunan al-qur'an.
c.       Mengetahui sepenuhnya ayat-ayat makiyah dan madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan sebagainya
d.      Menguasai ilmu tafsir, pengetahuan tentang pemahaman al-qur'an.
2.      Mengetahui Assunah dan ilmu Hadits
3.      Mengetahui bahasa arab
4.      Mengethui tema-tema yang sudah merupakan ijma'
5.      Mengetahui usul fiqih
6.      Mengetahui maksud-maksud sejarah
7.      Mengenal manusia dan alam sekitarnya
8.      Mempunyai sifat adil dan taqwa
I.        Macam-macam ijtihad
1.      Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2.      Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
3.      Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
4.      Maslahat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
5.      Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
6.      Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.