Minggu, 29 November 2015

Puasa sebagai Sarana Self Control (Khutbah Idul Fitri)

Puasa sebagai Sarana Self Control,

Melatih Sikap Jujur dan Kesetiakawanan Sosial

(oleh : KH. Musyfiq Amrullah, Lc, M.Si.)

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ أَكْبرْ (×٩)  اللهُ  أَكْبَرُ  كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِلله كَثِيْرًا وَسُبْحٰنَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا سُبْحٰنَ مُحْيِ الْأَمْوَاتِ وَمُمِيْتُ الْأَحْيَاءِ وَمُدَبِّرِ أَمْرِ الْآخِرَةِ وَالْأوْلى حَكَمَ وَأَمْضَى وَأَغْنَى وَأَقْنَى وَأَضْحَكَ وَأَبْكَى وَأَمَاتَ وَأَحْيَا ذِي الْمَنَاظِرِ اْلأَعْلٰى رَبِّ اْلآخِرَةِ وَاْلأُوْلٰى,
اللهُ أَكْبَرْ وَلِلّٰهِ الْحَمْد اللّٰهُمَّ إِنَّا نَشْهَدُ أَنَّكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ وَلَا ِندَّلَكَ وَلَامِثْلَ لَكَ وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ, اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ كَمَا أَعَزَّهُمْ بِهِ وَكَرَّمَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا, أَمَّا بَعْدُ.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكّى
 وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلّى يَاۤ أَيُّهَا النَّاسُ إِتَّقُوا اللهَ عِبَادَ اللهِ إِنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ أجل لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامُ وَحَرَّمَ لَكُمْ فِيْهِ الصِّيَام

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu
Jama’ah Shalat Ied yang dimuliakan Allah..
Alhamdulillah hari ini kita merayakan kemenangan setelah satu bulan lamanya kita dibina melalui training Shaum Ramadhan yang sedikit banyaknya menyimpan pelajaran bagi kita yang mau meningkatkan nilai puasa yang janji Allah akan membentuk manusia yang muttaqin, yang hal tersebut tidaklah mungkin akan dapat diraih jika hanya menahan lapar dan dahaga saja. Puasa yang berfungsi menahan hawa nafsu, yang mana hawa nafsu kita lebih cenderung mengarahkan kita kepada tindakan negatif, maka dengan puasa sesungguhnya kita dapat mengendalikannya ke arah yang positif, Allah SWT berjanji bagi mereka yang dapat mengendalikan hawa nafsunya maka Allah akan memberikan Surga sebagai balasannya.
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (٤٠) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Artinya : Barang siapa yang takut kepada maqom Robbnya dan dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempatnya (QS An Naazi’at : 40)
Puasa merupakan anugrah Allah untuk manusia (mukminin), agar manusia dapat menjadikannya sebagai cara yang sangat efektif dalam menumbuhkembangkan kesadaran self control (pengendalian diri) dalam diri manusia. Nafsu sejatinya memang harus tetap dapat terkontrol agar manusia dapat menuju tatanan yang yang baik dan menguntungkan. Namun manusia secara naluriayah dan lahiriyah sangat lah lemah dalam mengontrol nafsunya.
Telah terbukti dalam sejarah, ketika syahwat manusia mendominasi dari akal fikirannya, banyaklah manusia yang terjerem-bab dalam kesesatan dan menghantarkannya ke level kehancuran sehingga adanya manusia yang lupa akan jati dirinya bahwa dia sebagai manusia. Ada yang perilakunya seperti binatang bahkan ada juga yang mengaku dirinya sebagai tuhan.
Puasa yang disyari’atkan dalam Islam bukanlah bertujuan mematikan nafsu syahwat secara total, tapi justru untuk mengontrol agar nafsu ini tetap dalam posisi netral/moderat, agar dia tetap sebagai manusia yang normal yang mempunyai hasrat, keinginan, emosi dan semangat hidup menuju kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.
Nafsu menurut Imam Al Ghozali bertumpu kepada dua muara yaitu Bathn (perut) dan Farj (kemaluan). Maka kebejatan moral, kerusakan yang terjadi diberbagai penjuru dunia ini tidak lepas dari akibat kedua nafsu yang tidak terkendalikan. Kerusakan yang terjadi di muka bumi ini adalah ulah tangan manusia yang bersumber dari kedua nafsunya manusia sebagaimana firman Allah SWT :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِ النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِى عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya : Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan adalah akibat ulah tangan manusia, agar (Allah) merasakan kepada mereka dari sebagian apa yang mereka telah kerjakan agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS Ar Rum : 41)
Terjadinya tanah longsor akibat pembabatan hutan yang menjadi-jadi, banjir dimana-mana akibat pembangunan gedung yang tidak memperhatikan rembesan air yang layak dan akibat ketidaksadaran manusia membuang sampah di saluran-saluran air, lautan tercemar akibat limbah-limbah pabrik yang dibuang sembarangan sehingga berdam-pak kematian kepada hewan laut bahkan manusia. Inilah buah keserakahan manusia yang hanya memikirkan dirinya dan keuntungan bisnisnya tidak memikirkan ekosistem dan keselamatan yang lainnya. Ini bersumber dari nafsu perut.
Belum lagi terjadi korupsi baik pribadi dan korupsi berjamaah yang banyak merugikan kehidupan bangsa dan negara, percaloan dari tingkat stasiun kereta api hingga percaloan di lingkungan anggota DPR, rebutan kekuasaan melalui PILKADA, hingar bingarnya PILPRES yang belum lama diselenggarakan yang tidak sedikit dengan cara-cara yang tidak sehat seperti money politic, kecurangan peng-gelembungan suara, menjatuhkan lawan politik dengan black compagne dan sebagainya, ini pun bermuara pada nafsu perut, bahkan baru kali ini terjadi perbedaan yang mencolok hasil perhitungan cepat (quick count) yang dilakukan oleh lembaga survey. Ini bisa terjadi karena lembaga itu sudah tidak lagi menggunakan kaidah-kaidah survey, tapi justru dengan cara-cara menyalahi aturan tersebut karena adanya lembaga tersebut dibiayai oleh tim sukses masing-masing calon, bahkan ada di antara lembaga tersebut yang menjadi konsultan politik dari calon tertentu. Sehingga jika hasil surveynya gagal berarti dia juga gagal sebagai konsultan politik, sehingga adanya indikasi kecurangan dengan merubah hasil surveynya secara sistematik, sehingga hasilnya pun sangat bertolak belakang dengan yang sebenarnya dan tidak sedikit juga dia melakukannya karena adanya pesanan dari kandidat, sehingga dia berusaha untuk menjaga image-nya sebagai konsultan agar dia dianggap sukses sebagai konsultan politik. Perilaku seperti ini jelas merugikan banyak orang bahkan juga membahayakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap seperti ini dilakukan akibat manusia tidak dapat mengendalikan nafsu perutnya.
Kemudaian yang kedua nafsu farj (seksual), yang diawali dari pandangan antara dua jenis manusia yang berbeda, pemandangan-pemandangan yang meng-ganggu nafsu, dimulai dari mode-mode pakaian yang menampakan aurat yang tidak sedikit akan membangkitkan syahwat farj ini, sehingga terjadi pergaulan bebas, free sex, kumpul kebo, free love, bahkan terjadinya tindakan aborsi, pembunuhan akibat adanya perselingkuhan dan persaingan cinta, ini didasari dari nafsu farj.
Bahkan baru-baru ini terjadi perilaku penyimpangan seksual terhadap anak anak didik yang mereka masih tergolong ingusan, justru dilakukan oleh oknum guru di salah satu sekolah international, juga hal ini terjadi di beberapa daerah
Maka satu bulan penuh kita dididik untuk dapat mengendalikan kedua nafsu ini, yang halal saja diharamkan kita melakukannya di siang hari bulan Ramadhan terlebih yang diharamkan. Jika kita amalkan ajaran Ramadhan ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dalami yang dijanjikan Allah, akan kita dapatkan insya Allah.

Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar … Walillaahilhamdu
Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah ..
Menurut Dr. Quraisy Syihab dalam bukunya Wawasan Al Quran, “Taqwa” terambil dari akar kata yang bermakna menghindar, menjauhi atau menjaga diri, maka kalimat perintah “ittaqillah” berarti hindarilah murka dan siksa Allah atau jagalah dirimu dari azab dan murka Allah.
Sebagaimana kita ketahui siksa Allah ada dua macam :
  1. Siksaan di dunia akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah seperti makan berlebihan dapat menimbulkan penyakit, tidak mengendalikan diri dapat menjerumuskan kepada bencana, merusak alam akan menjadi musibah, dan lain sebagainya .
  2. Siksa di akhirat akibat pelanggaran hukum-hukum syariat seperti tidak shalat, tidak puasa, mencuri, korupsi, melanggar hak-hak manusia dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan siksa neraka.
Syekh Muhammad Abduh mengatakan bahwa menghindari siksa Allah atau hukuman-hukumannya diperoleh dengan menghindari diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang diperintahkan-Nya. Hal ini terwujud dengan rasa takut kepada Allah yang berawal takut dari siksa-Nya.
Dengan demikian orang yang bertaqwa berarti orang yang merasakan kehadiran Allah setiap saat. Hal tersebut bisa diperoleh melalui banyak cara antara lain melalui shoum (puasa), karena shoum menyadarkan kita terhadap pengawasan Allah. (Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur’an , hal 531-532).

Allahu Akbar… Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah …
Pengawasan Allah yang dikenal dalam istilah agama kita disebut “Muroqobatullah”, pengawasan Allah jelas berbeda dengan pengawasan KPK, jaksa, intelijen, polisi misalnya, apalagi orang biasa, tugas pengawasan-pengawasan manusia sedemikian terbatas karena memang manusia makhluk yang mempunyai keterbatasan, berbeda dengan Allah yang sedemikian melekat dan mengetahui sekecil apapun, bukankah banyak ayat-ayat yang menyatakan hal tersebut.
Maka dalam ibadah shoum kita sangat terasa pengawasan tersebut, bayangkan ketika kita berwudhu disiang bulan puasa, ketika kita berkumur bukankah ada peluang emas kita untuk berbuat curang seperi meneguk air misalnya, sekedar membasahi tenggorokan kita yang kering, tapi mengapa peluang itu tidak kita manfaatkan dengan baik, padahal seorang pun tak ada yang tahu. Di sanalah kita sadar adanya pengawasan Allah yang sedemikian melekat karena Allah memang dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dengan urat nadi kita sebagaimana firman-Nya :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ
 Artinya : Dan telah kami ciptakan manusia dan kami mengetahui apa-apa yang dibisikan oleh hatinya dan kami lebih dekat dari urat nadinya (QS Qaf : 16)
Maka pendidikan puasa ini amat sangat berharga bagi kehidupan kita yang melatih kita agar dapat mengendalikan nafsu syaithoniyyah kita yang menjerumuskan kepada siksa Allah, karena perbuatan kita Allah akan perlihatkan kepada kita walau di dunia kita lakukan di dalam kamar tertutup dalam kegelapan tanpa lentera sekali pun. Allah SWT berfirman :
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (٧) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَاهُ
Artinya : Barang siapa beramal sekecil apapun kebaikan maka Allah akan perhatikan, Barang siapa beramal sekecil apapun kejelekan maka Allah akan perhatikan (QS Az Zalzalaah :7-8)
Dalam kehidupan kita di dunia initidak sedikit kita berbuat dan bersikap seolah Allah tidak melihat perbutan kita, berapa banyak di antara kita yang melakukan kebohongan publik, bersikap tidak jujur, mengkhianati amanah demi kepentingan-kepentingan pragmatis. Sikap seperti ini sama saja dia menganggap seolah Allah tidak tahu.
Padahal jujur merupakan bagian dari AKHLAKUL KARIMAH, dengan kejujuran ini lah Rasulullah bisa diterima oleh semua orang, berdakwahnya sukses, karena beliau belum pernah berdusta sejak mudanya, sehingga beliau digelari “al amiin”.
Bahkan beliau pernah diuji kejujuran beliau ketika melaksanakan perjanjian Hudaibiyah, yang poin-poinnya merugikan orang Islam. Antara lain isi dari Perjanjian Hudaibiyah yakni “Jika ada orang MEKKAH ada yang ke MADINAH (setelah perjanjian ini) MAKA DIA HARUS DIKEMBALIKAN KE MEKKAH, SEBALIKNYA JIKA ADA ORANG MADINAH YANG INGIN KEMBALI KE MEKKAH TIDAK BOLEH DIHALANGI”.
Poin ini jelas sangat merugikan umat Islam, sehingga ketika adanya beberapa orang muslim yang berhijrah ke Madinah (setelah perjanjian ini) dan sampai ke Madinah maka terpaksa Rasulullah dengan berat hati meminta kepada mereka untuk kembali ke Mekkah sesuai dengan isi perjanjian. Meskipun mereka merengek agar tidak ingin dikembalikan ke Mekkah. Akhirnya beberapa sahabat itu pergi dari Madinah tapi tidak kembali ke Mekkah mereka tinggal beberapa hari di antara Mekkah dan Madinah.
Perlu nampaknya kita ambil teladan ini, sikap jujur tetap beliau pertahankan walaupun sangat berat bagi dirinya, Nabi Muhammad SAW konsekuen menaati perjanjian yang sudah beliau sepakati, walaupun hal itu secara lahiriyah merugikannya. Kejujuran dan perkataan benar merupakan bagian dari Taqwa kepada Allah. Dan Allah memerintahkan orang yg beriman agar senantisa hidup bersama dengan orang orang yang jujur.
Sebagaimana Allah swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ -١١٩-
Artinya : Wahai orang orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah  dan jadilah kalian bersama  orang orang yang berkata benar (jujur) (Q.S. At-Taubah 119)
Karena kejujuran dan konsekuen kepada kebenaran, Allah akan memudah-kannya ke syurganya. Sebaliknya kebohongan dan tidak konsekuen kepada kebenaran Allah akan memudahkan dia jalan ke neraka .
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Sesungguhnya berkata benar (jujur) akan menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan akan (dimudahkan) jalan menuju surga. Sesungguhnya seseorang yang selalu berkata benar (jujur) akan dicatat (oleh Allah) sebagi orang yang jujur. Sesungguhnya kedurhakaan (bicara dusta) akan menghantar kepada perbuatan dosa dan perbuatan dosa akan (memudahkan) jalan menuju neraka, Sesungguhnya orang yang selalu berdusta (tidak berkata jujur) akan dicatat sebagai pendusta (HR .Muttafaqun alaih).

Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar …
Dalam ibadah puasa ini, juga memberikan pelajaran kesetiakawanan sosial, karena Islam adalah agama kasih sayang.
Untuk berkasih sayang dengan orang lain, berusaha tidak mendzolimi orang lain, karena memang Islam Agama yang Rahmatan Lil ‘Alamiin ini mengajarkan kita seperti itu. Maka kita harus banyak mengintrospeksi diri terhadap sikap keberagamaan kita selama ini mengingat Islam yang amat luas sehingga adanya kita memandang Islam itu sebagian saja dan menyimpulkannya seolah-olah apa yang kita lakukan itu sudah Islam yang kaffah dengan pemahaman yang terbatas itu serta merta kita bersikap arogan membabi buta dengan menganggap dirinya paling benar dan kelompok lain salah. Bahkan bukan hanya itu dengan pemahamannya itu pun bertindak anarkis yang seolah-olah itu adalah ajaran Islam.
Sikap di antara kita seperti itu memang sebuah fenomena keberagamaan di antara kita akibat pemahaman Islam yang sempit. Sehingga dengan sikap seperti itu lahirlah penilaian-penilaian yang negatif pula terhadap Islam, padahal yang melakukan adalah sekelompok umat Islam, tapi mereka menggeneralisir sebagai ajaran Islam. Tentu tidak sepenuhnya penilaian negatif mereka terhadap Islam itu hanya didasari atas perilaku sekelompok umat Islam saja, tapi juga akibat ketidaktahuan dan kedengkian dengan tujuan agar Islam itu padam (tidak ada orang yang mau beragama Islam)
Allah SWT berfirman :
يُرِيْدُوْنَ أَنْ يُطْفِئُوا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبى اللهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُوْرَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرِيْنَ
Artinya : Mereka berkehendak mematikan Nur (Agama) Allah dengan mulut mereka. Tetapi Allah menolaknya sehingga menyempurnakan Nur (Agama)-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya. (QS At Taubah : 32)
Sikap-sikap kita yang kontra produktif ini juga menyebabkan adanya sebagian orang yang bersikap Islamphobia merasa takut kepada Islam seolah Islam itu menyeramkan.

Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar … Walillaahilhamdu
وَمَآأَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya : Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali rahmat bagi seluruh alam (QS Al Anbiya : 107)
Ayat ini merupakan khitob Allah kepada Nabi Muhammad SAW bahwa diutusnya beliau semata-mata untuk menebar rahmat (kasih sayang) untuk seluruh alam yang bukan hanya terbatas kepada manusia saja namun makhluk lain juga seperti hewan. Hal itu dapat kita buktikan dari ajaran-ajaran Nabi SAW untuk menyayangi binatang. Seperti sabda beliau kepada sahabatnya :
Artinya : Bertaqwalah kalian kepada Allah terhadap binatang ini jika kalian ingin menungganginya tunggangilah dengan cara yang baik jika kalian ingin mengkonsumsinya sebagai makanan maka makanlah dengan cara yang baik
Artinya : Jika kalian ingin menyembelihnya sembelihlah dengan cara yang baik, demikian juga jika kalian membunuhnya dengan cara yang baik pula. Demikian juga kita dapatkan informasi Nabi Muhammad SAW kelak adanya manusia masuk surga karena memberi minum kepada anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Demikian pula adanya orang masuk neraka akibat perilakunya yang buruk terhadap kucing.
Sikap seperti yang diajarkan Islam ini didapat sebelum dunia barat memperkenalkan organisasi pecinta binatang. Jika Islam memperlakukan hewan saja seperti itu tentu ajaran memperlakukan manusia jauh lebih baik, jika menganiaya binatang saja neraka tempatnya bagaimana menganiaya manusia yang tak bersalah seperti membunuh, meledakan bom hingga banyak korban yang tak berdosa.
Kita dapatkan banyaknya buku-buku yang ditulis oleh orang-orang barat khususnya yang beragama Nashrani dan Yahudi. Islam seolah agama yang menakutkan, bak monster pembunuh, Nabi kita digambarkan dengan drakula dan sebagainya. Barnaby Rogerson dalam bukunya “Biografi Muhammad” dia berkata : “Nabi Muhammad mempunyai rating negatif didunia barat”. Dalam buku “A life of Muhammad” karya orientalis Sir William Muir yang menganggap Rasulullah sebagai “Mahound” (roh jahat) yang juga ditulis oleh Salman Rusdi dalam novelnya yang kontroversial “The Satanic Verses” tuduhan mereka bahwa Islam ditebarkan dengan pedang karena mereka melihat banyaknya pembebasan/penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam seperti pembebasan Andalusia (Spanyol), Liberia (Portugal) dan menerobos daerah jantung peradaban Kristen pada saat itu Prancis. Fakta-fakta ini dijadikan argumen oleh mereka “Islam Agama Pedang”. Mereka lupa kekejaman mereka ketika menjajah dataran Asia, Afrika juga berulang kali menyerbu kerajaan-kerajaan kuno Arab seperti Hira, Petra, Himyar, Palestina dan sebagainya oleh kerajaan Romawi, justru negara-negara tersebut terbebas setelah Islam datang, belum lagi penjajahan yang dilakukan pada abad 18 terhadap yang dilakukan oleh Negara seperti Belanda, Inggris, Prancis, Spanyol dan lain sebagainya. Akan lebih meyakinkan kita bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamiin jika kita perhatikan beberapa prinsip-prinsip ajaran Islam:
1.     Larangan memaksa orang untuk masuk Islam (عدم الإكراه)
Allah SWT berfirman :
لَا إِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ
Artinya : Tidak ada paksaan di dalam Agama (Islam) (QS Al Baqarah : 256)
Prof. Dr. Wahbah Azzualy dalam tafsirnya (Tafsir Al Munir) mengatakan : “Bahwa ayat ini merupakan salah satu prinsip Islam yang agung dan etika bersiyasah yang luhur dalam Islam. Yang tidak membenarkan pemaksaan seseorang untuk masuk Islam”. Ayat ini kata beliau dalil yang sedemikian jelas untuk membantah pandangan bahwa Islam tegak dengan pedang. Umat Islam sebelum Hijrah belumlah ada kemampuan untuk mengadakan perlawanan terlebih pemaksaan kepada mereka (kafir). Bahkan ketika Islam sudah kuat ketika di Madinah, tidaklah didapat adanya pemaksaan terhadap seseorang untuk masuk Islam, justru hal yang terbalik dilakukan oleh umat lain seperti Nashrani. Jika Jihad atau peperangan itu terjadi dalam sejarah Islam semata karena perlawanan terhadap serangan musuh, dan memberi ketentraman terhadap beragama, dan memberikan peluang untuk menyebarkan Islam ketika adanya halangan dari penguasa lalim.
Dalam peperangan pun Rasulullah SAW sering mengingatkan kepada Jundillah (tentara) agar tidak membunuh wanita, melindungi anak-anak dan tidak menghancurkan tempat-tempat ibadah agama lain. Bukankah itu bentuk rahmat Islam. Jika dalam kondisi peperangan Rasulullah SAW berwasiat seperti diatas, lantas dengan alasan apa kita menghancurkan tempat ibadah agama lain yang justru bukan dalam Daarul Harb (peperangan). Namun tentu pendirian tempat ibadah harus juga prosedural sesuai dengan aturan sehingga tidak menyulut amarah dari umat agama yang berbeda
2.     Al-Waq’iyyah (الواقعية) berpijak kepada kenyataan objektif
Al quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam, menegaskan bahwa ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT :
فَأَقِمْ وَجْحَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفاً فِطْرَتَ اللهِ
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada fitrah Allah … (QS Ar Rum : 30)
Fitrah berarti naluri dasar yang pasti dimiliki oleh umat manusia manapun, maka ajaran Islam tidaklah pernah mengajarkan yang bertentangan dengan fitrah tersebut. Seperti kecendrungan laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya, Islam melegalkan dengan cara pernikahan. Lembaga pernikahan sedemikian sakral dalam Islam karena bukan hanya melegalkan hubungan laki dan perempuan tapi juga sahnya penisbahan keturunan sehingga adanya hukum perwalian waris dan sebagainya.
Pernikahan ini juga merupakan kritik pedas kepada sebagian agama yang mengharamkan pimpinan agamanya untuk menikah padahal secara naluri terdalam mereka membutuhkannya, maka kita dapatkan banyaknya pimpinan agama mereka melakukan hubungan dengan lain jenis secara ilegal alias berzina.
Maka pantaslah kalau Rasulullah SAW menegur sikap sahabat yang tidak mau menikah (menggauli istrinya lagi) dengan alasan amal ibadah mereka jauh lebih sedikit dibanding Rasul padahal beliau sudah dijamin masuk surga sedangkan kita kata mereka tak ada apa-apanya dibanding dengan Rasul; maka Rasulullah bersabda :
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Artinya : Barang siapa yang tidak menyukai terhadap sunahku maka dia bukan termasuk dari golonganku (HR Muttafaqun Alaih)
3.     Prinsip kemudahan/tidak memberat-kan umat manusia (عدم التكليف)
Allah SWT berfirman :
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اْليُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُم اْلعُسْرَ
Artinya : Allah menghendaki terhadap kalian kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan (QS Al Baqoroh : 185)
Acapkali Rasulullah SAW jika mengutus sahabatnya ke suatu daerah beliau berwasiat :
يسر ولا تعسروا بشروا ولا تنفروا
Artinya : Berikanlah kemudahan jangan berikan kesulitan, berikanlah kabar berita yang baik jangan membuat mereka jauh.
Kemampuan manusia berbeda, sementara tuntutan ajaran agama Islam harus dilakukan. Disinilah ajaran Islam dapat kita rasakan rahmatnya seperti dalam mengerjakan rukun Islam yang lima, yang merupakan pokok ajaran Islam yang merupakan keharusan dilakukan oleh umatnya. Namun dalam tataran praktek-nya tidak semua umat Islam dapat menjalankan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak dapat mengerjakan-nya sama sekali. Seperti ibadah haji bukankah ibadah haji wajib?, Bagaimana dengan yang tidak mampu?, Shalat diwajibkan berdiri bagaimana yang tidak mampu berdiri? Disana lah kita dapat rahmat Islam adanya keringanan-keringanan terhadap umat yang tidak mampu melaksanakannya dengan sempurna.
Ada beberapa keringanan-keringanan dalam Islam yang sedemikian besar manfaatnya bagi umat manusia, antara lain :
  1. Gugurnya kewajiban haji dan umroh karena ketidakmampuan;
  2. Pengurangan, seperti pada shalat Qoshor bagi musafir;
  3. Penggantian, seperti Wudhu dan Mandi dengan tayamum ketika tidak ada air. Shalat berdiri dengan duduk ketika tidak mampu berdiri; Puasa dengan fidhyah (memberikan makan orang kafir) bagi yang tidak mampu puasa
  4. Mendahulukan dan mengakhirkan, seperti shalat jama’ taqdim dan takhir;
  5. Mengkonsumsi yang haram dibolehkan jika darurat dan sebagainya.

4.     Kesetaraan derajat dihadapan Allah
Islam tidak pernah melihat adanya bangsa nomor satu dan dua, tidak juga melihat adanya kasta-kasta. Dihadapan Allah semua sama yang membedakan adalah taqwanya :
إِنَّ أَكْـرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُــمْ
Artinya : . Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian disisi Allah adalah taqwanya … (QS Al Hujurat : 13)
Rasulullah SAW juga bersabda :
لا فضل لعربي ولا عجمي إلا بالقوى
Artinya : Tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bang asing kecuali taqwanya (Alhadist)
Demikian pula halnya antara laki-laki dan perempuan dihadapan Allah SWT sama dalam berkarya demikian Allah tidak membedakan pahala/balasan bagi kedua-nya, firman Allah SWT :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْــثٰى وَهُوَ مُؤْمِن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ماكانوايعملون
Artinya : Barangsiapa yang melakukan amal sholeh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka kami akan memberikan kehidupan yang baik dan akan kami berikan pahala yang jauh lebih baik dari apa yang mereka lakukan. (QS An Nahl : 97)
Dengan tidak adanya diskriminasi berarti adanya peluang untuk saling “Istibaq fil Kahairaat” bukankah ini bentuk rahmat, sehingga tidak adanya pengkaplingan orang-orang tertentu di surga kelak, tapi perbedaan itu karena semata ketaqwaan yang membedakan.

Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar … Walillaahilhamdu
Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah ..
Setelah kita renungkan pendidikan Ramadhan, tentu kita mengharap ampunan Allah SWT agar kita dapat diampunkan dosa-dosa kita yang lalai terhadap ajaran-ajaran Allah melalui pesan puasa Ramadhan ini, dan semoga Allah juga menganugrahkan kita umur yang barokah sehingga kita dapat dipertemukan lagi dengan Ramadhan tahun-tahun yang akan datang.
Setelah ini kita pun akan saling bersalam-salaman antara kita dengan kita, suami dengan istrinya, anak dengan orang tuanya, saudara yang satu dengan yang lainnya, karena tidak sedikit kesalahan kita sesama kita baik yang disengaja atau tidak.
Maka setelah itu bersihlah hati kita dari segala dosa dan kesalahan karena sudah terampuni dan dimaafkan oleh sesama kita seperti bayi yang keluar dari rahim ibunya yang tak ada sedikit pun dosa.
 MINAL AIDIN WAL FAAIDZIN, TAQOBBALALLAHU MINNA WAMINKUM ..

0 komentar: