A. Pengertian
Al – sunnah
Al-Sunnah atau al-hadits adalah
segala sesuatu yang dari Rasulullah Saw, baik berupa qaul(ucapan), fi’il
(perbuatan) maupun taqrir (sikap diam tanda setuju) Nabi Saw.
Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber
ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga
didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat
sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa
Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Al-Sunnah artinya
jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula
yang buruk. Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi
yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka
pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny;
dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat
sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama
atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Sunnah, Al-Hadis,
Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan.
Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu
yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan
beliau yang berkaitan dengan hukum.
B. Unsur-unsur
hadis
1.
Sanad
2.
Matan
3.
Rawi
C. Peranan Al-Sunnah
1.
Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-qur’an.
Misalnya, mengenai shalat. Di dalam al-qur’an ada ketentuan mengenai shalat.
Ketentuan itu ditegaskan lagi pelaksanannya dalam sunnah Rasulullah. Contoh
lagi mengenai puasa selama puasa ramadhan. Di dalam al-qur’an terdapat ayat
mengenai puasa ramadhan, tapi pelaksanaannya ditegaskan dan dikembangkan lebih
lanjut oleh Nabi melalui sunnah beliau.
2.
Sebagai penjelasan isi al-qur’an. Dengan mengikuti contoh diatas,
misalnya mengenai shalat. Di dalam al-qur’an Allah memerintahkan manusia
mendirikan shalat. Namun, di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya
raka’at cara, rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil
mencotohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun, dan syarat mendirikan
shalat.
3. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada
atau samar-samar ketentuannya di dalam al-qur’an. Contohnya, larangan Nabi
mempermadu (mengawini sekaligus atau mengawini secara bersamaan) seorang
perempuan dengan bibinya. Larangan-larangan ini tidak terdapat dalam
larangan-larangan perkawinan di surah An-nisa ayat 23. Namun, kalau dilihatn
hikma larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah atau merusak
silatuhrahim antara kedua kerabat yang tidak disukai agama islam. Dengan
larangan itu, Nabi seakan mengisi “kekesongan” mengenai larangan perkawinan.
Namun direnungkan lebih lanjut, illatnya (dasar
atau motifnya) sama dengan mempermadukan dua orang saudara kandung, yang
terdapat dalam surah An-Nisa untuk mencegah rusak bahkan putusnya hubungan silatuhrahmi
antara kedua kerabat.
D. Macam-macam hadist
1.
Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
2.
Sunnah
fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
3.
Sunnah
taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan
ataupun perbuatan orang lain
4.
Sunnah
hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak
sampai dikerjakan.
E. Pengertian ijtihad
Menurut
bahasa berasal dari kata: berarti
sungguh-sungguh, rajin, giat, atau
mencurahkan kemampuannya daya upaya atau usaha keras, berusaha keras untuk
mencapai atau memperoleh sesuatu.
Menurut istilah ijtihad adalah suatu
upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk menegaskan prasangka kuat atau Dhon
yang didasarkan suatu petunjuk yang berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk
mendapatkan suatu yang terdekat dengan kitabullah dan sunnah rosululloh SAW.
F. Dasar
ijtihad
Ijtihad bisa sumber hukumnya dari
al-qur'an dan alhadis yang menghendaki digunakannya ijtihad.
1. Firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59
Terjemahan;
“Hai orang-orang
yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rosul dan orng-orang yang memegang
kekuasaan diantara kamu kemudian jika kamu berselisih pendapt tentang sesuatu
maka kembalikanlah ia kepada allah(alqur'an dan sunnah nabi.”
2.
Sabda
Rosullullah Saw:
Artinya: “
Dari mu'adz
bin jabal ketika nabi muhammad saw mengutusnya ke yaman untuk bertindak sebagai
hakim beliau bertanya kepda mu'adz apa yang kamu lakukan jika kepadamu diajukan
suatu perkara yang harus di putuskan? Mua'dz menjawab, "aku akan
memutuskan berdasarkan ketentuan yang termaktuk dalam kitabullah" nabi
bertanya lagi "bagaimana jika dalam kitab Allah tidak terdapat ketentuan
tersebut?" mu'adz menjawab, " dengan berdasarkan sunnah
rosulullah". Nabi bertanya lagi, "bagaimana jika ketenyuan tersebut
tidak terdapat pula dalam sunnah rosullullah?" mu'adz menjawab, "aku
akan menjawab dengan fikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara tanpa
putusan" , lalu mu'adz mengatakan, " rosullulah kemudian menepuk
dadaku seraya mengatakan, segala puji bagi Allah yang telah memberikan
pertolongan kepada utusanku untuk hal yang melegakan".
3.
Sabda
Rosulullah SAW
Artinya:
"bila seorang hakim akan memutuskan masalah atau
suatu perkara, lalu ia melakukan ijtihad, kemudian hasilnya benar, maka ia
memperoleh pahala dua (pahala ijtihad dan pahala kebenaran hasilnya). Dan bila
hasilnya salah maka ia memperoleh satu pahala (pahala melakukan ijtihad)
4.
Ijtihad
seorang sahabat Rosulullah SAW, Sa'adz bin Mu'adz ketika membuat keputusan
hukum kepada bani khuroidhoh dan rosulullah membenarkan hasilnya, beliau
bersabda "Sesungguhnya engkau telah memutuskan suatu terhadap mereka
menurut hukum Allah dari atas tujuh langit".
5.
Firman Allah
yang artinya : "Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta
rampasan perang. Katakanlah, hanya rampasan perang itu keputusan Allah dan
rosul sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara
sesamamu, dan taatilah kepada Allah dan Rosulnya jika kamu adalah orang-orang
yang beriman". (Al-Anfal:1)
6.
fiman Allah
yang artinya : "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampaan perang maka sesungguhnya setengah untuk Allah, Rosul, Kerabat
rosul, anak-anak yatim, orang-oarang miskan dan ibnu sabil. Jika kamu beriamn
kepada Allah dan kepada apa yang kami terunkan kepada hamba kami muhammad dari
hari furqon yaitu bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa ata segala
sesuatu". (Al-Anfal:41)
G. Ruang lingkup ijtihad
Ruang lingkup ijtihad ialah furu'
dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash
Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil
Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung
penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan
atau disinggung oleh Al-qur'an, hdist, maupan ijma' para ulama' serta yang
dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah.
berijtihad dalam bidang-bidang yang
tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :
1.
Qiyas atau
analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh
rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum
sendiri
2.
Memelihara
kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam
kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf qordhowi mencakup tiga tingkatan:
a. Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus
dipenuhi untuk kelangsung hidup manusia.
b.Hajjiyat
yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.
c. Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas
kebisaan dan akal yang baik
H. Syarat-syarat ijtihad
Syarat-syarat
umum yang disepakati oleh para ulama' menurut Dr. Yusuf
Qordhowi sebagai berikut:
1.
Harus
mengetahui Al-Qur'an dan ulumul Qur'an:
a.
Mengetahui
sebab-sebab turunnya ayat
b.
Mengetahui
sepenuhnya sejarah pengumpulan atau penyusunan al-qur'an.
c.
Mengetahui
sepenuhnya ayat-ayat makiyah dan madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan
mutasyabih, dan sebagainya
d.
Menguasai
ilmu tafsir, pengetahuan tentang pemahaman al-qur'an.
2.
Mengetahui
Assunah dan ilmu Hadits
3.
Mengetahui
bahasa arab
4.
Mengethui
tema-tema yang sudah merupakan ijma'
5.
Mengetahui
usul fiqih
6.
Mengetahui
maksud-maksud sejarah
7.
Mengenal
manusia dan alam sekitarnya
8.
Mempunyai
sifat adil dan taqwa
I. Macam-macam ijtihad
1. Ijma’, yaitu menurut bahasa
artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah
kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat
pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari
Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang
berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2. Qiyas, yaitu berarti
mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas
dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara
dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama.
Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’,
‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap
meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti
hati orang tua.
3. Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan
dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen
dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat
diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat
dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual
beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan,
syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli
diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim
kemudian.
4. Maslahat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut
istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan
untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi,
hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
5. Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah
tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan
umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya
seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk
menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan
menjadi kebiasaan.
6. Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah
ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum
tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau
belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan
sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah
bila tidak berwudhu.