Istilah “Ilmu Jiwa” dan “Psycologi”.
Arti kata kedua istilah tersebut menurut isinya sebenarnya
sama, sebab kata psychology itu mengandung kata psyche, yang dalam bahasa
yunani berarti jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata “ilmu”,
sehingga istilah “ilmu jiwa” itu merupakan terjemahan belaka dari pada
istilah”psychology”. Walaupun demikian, namun kami pergunakan kedua
istilah itu dengan berganti-ganti dan dengan kesadaran adanya perbedaan yang
jelas dalam artinya. Ialah sebagai berikut:
- Ilmu jiwa itu merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan yang dikenal tiap-tiap orang, sehingga kamipun menggunakannya dalam artinya yang luas dan telah lazim dipahami orang. Pengetahuan” suatu istilah yang “scientific”, sehingga kami mempergunakannya untuk menunujukan kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah tertentu.
- Ilmu-jiwa kami gunakan dalam arti yang lebih luas dari pada istilah “psychology”. Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, tetapi jugaa segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu. Psychology meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syaratnya psychology pada zaman sekarang ini.
Dengan demikian kiranya agak jelas, bahwa apa saja yang kami
sebut ilmu-jiwa itu belum tentulah”psykhologi”, tetapi psykhologi itu
senantiasa juga ilmu jiwa. Contoh: Apabila kita secara kita secara kebetulan
mendapatkan kesan-kesan umum mengenai kecakapn dan sifat-sifat kepribadian
seseorang, dalam hal itu kita sudah berkegiatan ilmu jiwa. Tetapi kegitan
tersebut baru dapat kami sebut “psykhologis”, apabila cara-cara
mengumpulkan keterangan mengenai kecakapan dan kepribadian orang itu,
dilengkapi dengan metode-metode yang lebih obyektif, seperti dengan test-test
yang sudah distandarisasi dan dengan wawancara-wawancara dan
observasi-observasi yang teratur dan yang dilakukan dengan sengaja oleh orang
yang terlatih
Kegiatan “psykhologi” itu merupakan kegiatan yang
“baik”, ber”mutu”, “berhasil”, melawan kegiatan “ilmu jiwa” yang “interior”,
kurang “bermutu”, tak dapat “dipercayai”.
Psykhologi zaman modern itu tidak dapat disamakan dengan
ilmu jiwa, seperti yang dipelajari oleh Platoatau Aristoteles, dua orang filsuf
termashur yang juga berilmu-jiwa. Psychologi dalam arti zaman moern itu bukan
merupakan cabang dari ilmu filsafat seperti zaman yang lampau. Psychologi dalam
arti itu juga bukan sendirinya merupakan ilmu “rohaniah” saja, sejajar dengan
ilmu filsafat atau teologi, sebab pandangan demikian bukan lagi memperhatikan
perkembangan ilmu pengetahuan modern pada zaman sekarang. Disamping ilmu
rohaniah psychologi merupakan juga suatu ilmu pengetahuan alam yang eksata ,
seperti juga biologi itu merupakan ilmu pengetahuan alam yang eksata.
Hal ini disebabkan oleh karena jiwa manusia seprti yang
dipandang oleh psychologi modern itu, bukan merupakan sesuatu yang
“rohaniah” terlepas dari pada raga manusia yang “jasmaniah”, seperti pandangan
zaman lampau. Pandangan terakhir ini bahwa jiwa adalah terlepas dari raga
adalah pandangan ilmu jiwa zaman lampau yang kolot. Menurut psychologi
modern maka jiwa manusia itu bersama dengan raganya merupakan satu kesatuan
jiwa raga yang tidak dapat dipisah-pisah. Kegiatan jiwa itu tampak juga kepada
kegiatan raga. Istilah psychologi menunjukkan kepada ilmu pengetahuan yang
sekaligus bercorak ilmu kerohanian, ilmu eksata, dan ilmu sosial zaman modern.
Hal ini disebabkan oleh krena jiwa manusia seperti yang
dipandang oleh psychologi modern itu, bukan merupakan sesuatu yang “
rohaniah” terlepas daripada raga manusia yang “jasmaniah” seperti pandangan
zaman lampau. Pandangan terakhir ini bahwa jiwa adalah terlepas dari raga.
Begitupun ilmu jiwa (psychologi) dalam artinya yang modern sebenarnya merupakan
suatu ilmu jiwa-raga. Dan karena itu pula ilmu jiwa raga itu merupakan juga
suatu ilmu-pengetahuan alam yang eksakta, sejajar dengan ilmu-pengetahuan
biologi atau fisikologi.
Maka kiranya sudah agak jelas maksud kami dalam penggunaan
istilah-istilah ilmu jiwa yang lebih luas dan istilah psychologi yang lebih
terbatas itu. Istilah psychologi menunjukan kepada ilmu pengetahuan yang
sekaligus bercorak ilmu rohaniah, ilmu eksakta dan ilmu sosial zaman modern.
2.
Sejarah Ilmu Jiwa.
Sebenarnya sejak berabad-abad lamanya manusia telah
ber-“ilmu jiwa”, telah memikirkan dengan khusus apakah hakekat dari pada jiwa
manusia dan jiwa makhluk lainnya. Pemikiran ini bersifat filsafah terutama
dalam arti, mencari pengetahuan mengenai dasr-dasarnya dan hakekatnya jiwa itu.
Corak pemikiran filsafah zaman lampau itu ialah “atomistis”, dalam arti bahwa
jiwa manusia dianggap sebagai sesuat yang constant dan tidak berubah.
Pandangan ilmu jiwa zaman lampau itu tidak hanya
memisahkan jiwa dari pada raga, melainkan jiwa itupun dipisah-pisahkanyya
menjadi “daya-daya tertentu yang bekerja tersendiri secara terbatas tanpa ada
saling hubungannya yang dinamis antara yang satu dengan yang lain. Maka
pandangan semacam ini disebujt pula pandangan “atomistis”. Yang hanya
memperhatikan pecahan-pecahan dari pada jiw-manusia serta fungsi-fungsinya yang
terbatas-batas, tanpa memperhatiakn saling hubungan serta dinamika ke dalam
seluruh jiwa raga itu.
Pandangan atomistis itu yang tampak dengan jelas pada hasil
pemikiran kaum filsuf-filsuf sejak Plato sampai kepada pertengahan abad ke-19,
merupakan pandangan yang khas daripada ilmu jiwa zaman lampau, Yng sudah kolot
itu. Pada akhir abad yang ke-19 ketika lahirnya aliran”experimental psychology”
yang tidak hanya bersifilfiah saja mengenai gejala-gejala kejiwaan melainkan
juga menelitinya secra empiris dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang
seobyektif mungkin.
Maka dengan demikian dapatlah kita beda-bedakan dua bagian
besar di dalam maninjau kepada sejarah perkembangan ilmu jiwa pada umumnya,
ialah sejarah ilmujiwaketika masih bertaraf Cabang Ilmu Pengetahuan Filsafat,
dan sejarah ilmu jiwa ketika sudah menjadi Ilmu Pengetahuan Otonom dan
berdiri sendiri seperti yang terjadi pada akhir abad ke-19 itu. Mulai
pada akhir abad ke-19, maka ilmu jiwa dapat disebut psychologi yang di dalam
hal isi, maka ilmu jiwa dapat disebut psychologi yang di dalam hal isi,
metode, dan penggunaannya sudah berbeda dengan taraf ilmu jiwa sebelumnya.
3. Plato
Plato berpendapat bahwa jiwa manusia itu terbagi atas dua
bagian, ialah jiwa rohaniah dan jiwa badaniah. Jiwa rohaniah
berpokok pada ratio dan logika manusia, dan merupakan bagian jiwa yang
tertinggi, sebab tak pernah akan mati. JIwa badaniah itu dibagi ke dalam dua
bagian lagi, ialah bagian jiwa dan disebutnya kemauan dan bagian yang
kedua disebutnya nafsu perasaan. Kemauan itu adalah jiwa badaniah yang
berusaha untuk mentaati ratio kecerdasan , sedangkan nafsu perasan merupakan
jiwa badaniah yang senantiasa melawan ketentuan-ketentuan dari ratio kecerdasan
manusia
4. Aristoteles
Pendapat Aristoteles, (tahun 384-323 S.M.) baginya ilmu jiwa
adalah ilmu mengenai gejala-gejala hidup. sehingga tiap-tiap makhluk hidup itu
sebenarnya mempunyai jiwa.
Penemuan aristoteles yang kelak mempunyai peranan penting
dalam perkembangan ilmu jiwa perumusannya mengenai dalil-dalil asosiasi dalam
ingatan orang. Menurut aristoteles maka dua atau lebih ingatan, mudah
terasosiasi apabila ingatn-ingatan tersebut berdasarkan kejadian-kejadian yang
dahulunya telah berlangsung:
- Pada waktu yang sama
- Dengan berurutan waktu
- Dengan persamaan artinya
- Dengan berlawanan artinya.
5. Descaste
Menurut descaster maka manusia itu terdiri atas 2 macam zat
yang berbeda secara hakiki, ialah res cogitans atau zat yang dapat
berfikir dan res extensa atau zat yang mempunyai luas.
Menurut pendapat Descartes makailmu jiwa adalah pengetahuan
mengenai gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas
dari badanya. Hubungan jiwa raga adalah demikian erat , sehingga tekanan jiwa
yang besar dapat mempengaruhi kesehatan badan penyakit yan psychogeen, dan
sebaliknya.
6. Jonh Locke
Jonh Locke berpendapat bahwa :
- Semua pengetahuan, tanggapan dan perasaan jiwa manusia itu diperolehnya karena pengalaman melalui alat-alat indranya.
- Susunan gejala-gejala manusia menurut J. Locke itu pada akhirnya terdiri atas unsur-unsur pengalaman sederhana yang menggabungkan diri menjadi gejala jiwa yang lebih rumit seperti komplek-komplek perasaan , berteori yang sulit dll.
7. David hume
Menurut hume terdapat pula unsure-unsur pengalaman lainnya
ialah: impression (rasa), dan ideas (ingatan), sehingga
kelangsungan-kelangsunagn di dalam jiwa orang itu dapat diuraikan ke
dalam dasar unsure-unsurnya sebanyak 4 buah itu . ialah:
1.
Impression of
sensations
2.
Impression of
refrections
3.
Ideas of sensations
4.
Ideas of refrections,
Menurut
hume terdapatlah tiga dalil asosiasi .ialah:
1.
Asosiasi karena
berdekatan dalam waktu dan ruang
2.
Asosiasi karena
persamaan artiasosiasi karena sebab akibat
8. Wilhelm wundt
Bahwa gejala kejiwaan itu mempunayi sifat-sifat atau
dalil-dalil yang khas dan yang harus diselidiki oleh sarjana ilmu jiwa secara
khas, mendirikan suatu laboratorium psychology pertama, yang menjadi pusat
penelitian psychology secara experimentil. “ bewusztsinspychologie”, atau
gejal-gejala psychis yang berlangsung di dalam jiwa yang sadar bagi diri
manusia itu, sesuai dengan rumusan Descartes mengenai gejala-gejala kesadaran
manusia.
9. Sigmund Freud
Bahwa pergolakan jiwa manusia itu tidak hanya melibatkan
kelangsungan yang sadar bagi diri orang yang bersangkutan, melainkan juga
melibatkan pergolakan yang tidak sadar atau bawah sadar pada diri orang
tersebut. Menurut freud terdapatlah tiga golongan gejala-gejala jiwa yang
membuktikan adanya dinamika daripada alam taksadar itu. Ialah :
1.
Gejala-gejala
tingkah-laku keliru
2.
Gejala-gejala mimpi
3.
Gejala-gejala neurose
10. Szondi
Szondi, seorang Hungaria yang gidup di Swiss, merupakan penemu
dari alam tak sadar kekeluargaan atau “das familiaere Unbewusste”. Alam tak
sadar keluarga itu merupakan sesuatu yang dimiliki oleh sekeluarga serta
turunan-turunannya. Menurut Szondi, alam-tak-sadar-keluarga ini turut
menentukan nasib riwayat kehidupan anggota-anggota keluarga yang bersangkutan,
oleh karena alam tak sadar ini mempengaruhinya dalam hal memilih kawan-kawan
sekelompok. Memilih pendidikan lanjutan, memilih jabatan, memilih jodoh dengan
kata pendek, alam tak sadar-keluarga ini mempengaruhi, semua pilihan-pilihan
yang menentukan jalan riwayat kehidupan orang.
11. Carl C. Jung
Menurut Jung disamping adanya alam-tak-sadar individual
(Freud) dan alam-tak-sadar keluarga (Szondi) terdapat pula semacam
alam-tak-sadar kollektif yang lebih umum dan yang dimiliki bersama oleh suatu
masyarakat, bangsa atau umat manusia.
12. Ruang Lingkup Psikologi
Sebagai
suatu disiplin ilmu yang mempelajari penghayatan dan tingkah laku manusia,
lingkup kajian psikologi memiliki ruang yang luas mencakup semua bentuk tingkah
laku manusia. Secara sistematis lingkup kajian psikologi dapat diklarifikasikan
sebagai berikut :
1. Psikologi Umum
Psikologi umum adalah suatu ilmu yang
mengambil lingkup kajian pada penghayatan dan tingkah laku individu secara
umum, artinya mencakup semua tingkatan usia semua jenis kelamin, kelompok, suku
bangsa, ras, dan semua fase perkembangan psikologis manusia.
Macam-macam psikologi
umum :
a)
Psikologi
perkembangan
Psikolgi yang membicarakan
perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua yang mencakuo psikologi
anak, psikologi puber atau adolesensi ( psikologi pemuda ), psikologi orang
dewasa, psikologi orang tua.
b)
Psikologi
sosial
Psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku atau
aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial.
c)
Psikologi
pendidikan
Psikologi yang khusus menguraikan
kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan
situasi pendidikan, misalnya bagaimana cara menarik perhatian agar pelajaran
dapat dengan mudah diterima, bagaimana cara belajar dan sebagainya.
d)
Psikologi
kepribadian dan tipologi
Psikologi yang khusus menguraikan
tentang struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian manusia.
e)
Psikopatologi
Psikologi yang khusus menguraikan
mengenai keadaan psikis yang tidak norman atau abnormal
f)
Psikologi
Kriminil
Psikologi yang khusus berhubungan
dengan soal-soal kejahatan atau kriminalitas.
g)
Psikologi
perusahaan
Psikologi yang khusus berhubungan dengan soal-soal perusahaan
2. Psikologi Khusus
Psikologi khusus adalah suatu cabang
psikologi yang mengambil fokus kajiannya pada tingkah laku individu dalam suatu
situasi yang khusus, baik untuk tujuan teoristis maupun praktik. Ia dapat
dibagi menjadi dua bagian, antara lain :
a. Psikologi Teoristis : yaitu kajian
psikologi yang diarahkan pada pengembangan dan penemuan teori baru, baik teori
yang berhubungan dengan persooalan tingkah laku secara umum, maupun untuk
kasus-kasus khusus.
b. Psikologi praktis : sesuai dengan
namanya kajian psikologi praktis diarahkan untuk kepentingan-kepentingan
lapangan secara praktis. Maka dari itu psikologi praktis dibagi menjadi
beberapa golongan. Secara sistematik yang tergolong psikologi praktis adalah :
1. Psikologi Perkembangan : dengan fokus
pada tingkah laku individu dalam proses perkembangannya. Dalam hal ini
fase-fase perkembangan individu diperhatikan secara khusus dan akhirnya
menjadiakan psikologi perkembangan mengklasisifikasikan dirinya dalam tiga
spesifikasi khusus antara lain : psikologi perkembangan anak, psikologi dewasa,
dan pskologi lanjut.
2. Psikologi Pendidikan : dengan fokus
pada mempelajari tingkah laku individu dalam sebuah proses pendidikan.
3. Psikologi Kepribadian : dengan fokus
pada masalah-masalah kepribadian.
4. Psikologi Kriminal : dengan fokus
pada masalah-masalah yang berhubungan dengan kejahatan-kejahatan.
5. Psikologi Industri : dengan fokus
mempelajari tingkah laku individu dengan situasi lapangan industri.
6. Psikologi Differensial : dengan fokus
pada mempelajari perbedaan-perbedaan-perbedaan bentuk tingkah laku dalam
berbagai macam aspek.
7. Psikologi Komparatif : dengan fokus
mempelajari perbandingan tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan atau
binatang.
8. Psikologi Abnormal : dengan fokus
mempelajari tingkah laku seseorang yang tergolong kepada kelompok abnormal.
9. Psikologi Sosial : dengan fokus
mempelajari kegiatan-kegiatan tingkah laku yang berhubungan dengan
situasi-situasi sosial atau interaksi sosial diantara sesama manusia dalam
menghasilkan kebudayaan.
10. Psikologi Pastoral : dengan fokus
mempelajari cara-cara pengikut suatu agama serta menyakinkan pengkutnya kepada
ajaran-ajaran agamanya. Umumnya ilmu ini dipelajari oleh pemimpin-pemimpin
agama seperti, para pastor dan ulama’.
11. Psikologi Klinis (pengobatan) :
dengan fokus mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang berhubungan dengan
penyembuhan penyakit.
12. Psikoterapi : dengan fokus
mempelajari tata cara pengobatan cacat-cacat jiwa dengan berbagai metode,
misalnya : hypnose, psikoanalisa atau ungkapan-ungkapan jiwa dan cara lainnya,
termasuk dalam psikologi klinis.
13. Psikoteknik : dengan fokus
mempelajari tata cara menetapkan pribadi seseorang (individu) dan kecakaannya
uantk memegang jabatan tertentu.
13. Obyekdari pada psychology
Obyek daripada ilmu jiwa modern ialah manusia serta
kegiatan-kegiatannya dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tiga segi
utama dari pada manusia itu , ialah manusia secara hakiki sekaligus merupakan
a.
manusia
makhluk individu
Manusia adalah makhluk individual”.
Berarti tidak dapat dibagi-bagikan , makhluk yang tidak dapat
dibagi-bagikan. (in-dividere).
Baruslah psychologi zaman modern inilah
menegaskan bahwa kegiatan jiwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya itu
merupakan kegiatan keseluruhan jiwaranganya, dan bukan kegiatan alat-alat tubuh
saja atau kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada yang lain.
b.
manusia adalah makhluk sosial
Segi utama lainnya yang perlu
diperhatikan ialah bahwa mnusia secara hakiki merupakan makhluk sosial .Sejak
ia dilahirkan ia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lani untul memenuhi
kebutuhan –kebutuhan biologisnya , makan, dan minum dan lain-lainnya.
Pada dasarnya peribadi manusia tak
sanggup hidup seorang diri tampa lingkungan pasychis atau rohaniahnya walapun
secara biologis- fisiologis ia mugkin dapat mempertahankan pada kehidupan
vegetatif.
c.
manusia sebagai makhluk berke-Tuhanan.
Sebab Bagi-bagi tiap manusia , terutama
di Indonesia, yang sudah jelas bahwa sulit sekali untuk menolak adanya
kepercayaan akan tuhan , sebagai segi hakiki dalam perikehidupan manusia, dan
bahwa segi ini adalah segi khas bagi manusia pada umumnya.
Walaupun begitu secara psychologis
dapat diakui bahwa segi manusia mahluk berke-tuhanan itu dapat pula dengan
sadar atau tidak sadar ditunjukan dan digerakan oleh sesuatu obyek yang bukan
merupakan Tuhan Yang Maha Esa, pencipta seluruh univerrsum itu, universum yang
tak terhingga dan yang menurut ahli-ahli ilmu alam sekrang-kurangnya berumur
2000 juta tahun lagi.
BAB II
MOTIF DAN ATTITUDE
1) Motif Manusia
Motif itu merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua
penggerak,alsan-alsan atau dorongan-dorongan dalam dirinya manusia yang
menyebbkan ia berbuat sesuatu, motif manusia merupakan dorongan, keinginan ,
hasrat, dan tenaga pengerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya, untuk
melakukan sesuatu.
2) Motif tunggal , motif bergabung
Motif kegiatan seperti mendengar warta berita RRI, karena
berkaitan dengan pekerjaan kantor kita, itu semua merupakn motif tunggal atau
bergabung. Tetapi jelaslah bahwa motif manusia itu mempunyai peranan besar
sekali dalam kegiatan dan merupakan latar belakang tindak-tanduknya,
sehingga merupakan pokok khuus dari pada ilmu pengetahuan psychology.
3) Motif biogenetis
Merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan organism
orang demi kelanjutan kehidupannya secara biologis.contohnya, lapar,haus,
istirahat bernafas dsb.
4) Motif sosiogenetis
Motif motif yang dipelajari orang dan berasal dari
lingkungan kebudayaan di mana orang itu dipelajari orang dan beasal dari
lingkungan kebudayan di mana orang itu berada dan berkembang.
5) Motif teogenetis
Motif motif manusia yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Ialah motif motif yang theogenetis
6) Attitude
Merupakan sikap terhadap obyek tertentu , yang dapat
merupakan sikap pandanfan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh
kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap obyek tadi.
Attitude itu mungkin terarahkan terhadap benda-benda, orang
–orang tetapi juga terhadap peristiwa, pemandangan lembaga, norma nilai, dan
lain.lain.
7) Attitude
sosial/individual
Attitude individual berbeda dengan attitude sosial, ialah:
a.
Bahwa attitude
individual dimiliki seorang demi seorang saja , misalnya kesukaan terhadap
binatang- binatang tertentu.
b.
Bahwa attitude sosial
berkenaan dengan obuek-obyek yang bukan merupakan obyek perhatian sosial.
8) Ciri attitude
- Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu, dalam hubungannya dengan obyeknya.
- Attitude itu dapat berubah-ubah, oleh karena itu attitude dapat dipelajari oleh orang, atau sebaliknya, attitude itu dapat berubah pada orang –orang bila terdapat keadaan dan syart-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.
- Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek.
- Obyek attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga meru[pakan kumpulan dari hal hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan dengan satu obuek saja tetapi juga berkenaandengan sederetan obyek-obyek yang serupa.
- Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inulah yang membedakan attitude daripada kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang.
9) Memahami attitude
Untuk dapat memahami attitude terdapat beberapa metode
–metode ialah metode langsung. Ialah metode dimana orang itu secara langsung
diminta pendapat atau anggapannya mengenai obyek tertentu. Nyatanya bahwa
attitude seseorang sesungguhnya tidak mudah diketahui denagn begitu saja
melainkanterdapatlah metode tertentu unutk memahaminya, masingnya denagn
kebaikan dan kekurangannya.
10) Pembentukan dan perubahan attitude
Pembentukan attitude tidak terjadi dengan sendirinya atau
denagn sembarangan saja. Pembentukannya senantiasa berlangsung dalan interaksi
manusia dan berkenaan dengan obyek tertentu. Interaksi sosial di dalam kelompok
maupun di luar kelompok dapat merubah attitude atau membentuk attitude
yang baru.
11) Mengenai faktor extern
Mengenai faktor extern , maka pada garis-garis besarnya,
attitude dapat dibentuk atau diubah.
- Dalm interaksi kelompok, di mana terdapat hubungan timbale balik yang langsung antara manusia.
- Karena komunikasi , di mana terdapat pengaruh-pengaruh( hubungan) langsung dari satu puhak saja.
12) Interaksi kelompok. .
Kelompok keluarga menjadi kelompok pegangan hidupnya di mana
ia merasa adanya hubungan bathin, karena norma-norma dan nilai-nilai kehidupan
serta attitude terhadapnya bermacam-macam hal adalh sesuai sengan diri
pribadinya. ( kelompok keluarga dalam arti reference-group).
13) Shiting of
reference-groups
- Ia menetap kepada norma dan attitude kehidupan daripada kelompok keluarganya
- Ia melepaskan norma dan attitude reference gropunya itu dan menyesuaikan dirinya dengan norma dan attitude dari membership groupnya.
14)
Kesimpulan umum
1.
Sumber penerangan itu
memperoleh kepercayaan orang banyak
- Orang banyak belum mengentahui benar atau ragu-ragu tentang idi dan fakta attitude baru
- Attitude yang di bentukitu tidak terlampau jauh isinya dari pada “frame of reference” daripada lingkungan sosial tempat orang banyak. Itu hidup
- “two-sided” argument lebih bertahan kepada counter-counter propaganda daripada”one side” argument.
15) Prasangka sosial.
Perasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang
terhadap golongan manusia tertentu, golongan rasa tau kebudayaan, yang
beralinan dengan dengan golongan orang yang berperasangka itu.
16) Cirri pribadi orang berprasangka.
Menurut beberapa penyelidikan psychologi terdapatlah
beberapa cirri pribadi orang yang mempermudah terbentuknya prasangka sosial
padanya anatra pada orang orang yang berciri tidaktoleran , kurang
mengenal akan dirinya sendiri. Kurang berdaya cipta, tidak rasa aman memupuk
khaylan-khayaln yang agresf dll.
Sumber: http://cewek-optimis.blogspot.com/2013/11/makalah-ilmu-jiwa-umum.html