Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education),
Pancasila, dan Identitas Nasional
1.
Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education)
Pendidikan
kewarganegaraan (Civic Education) adalah
cabang ilmu yang merupakan perwujudan dari gagasan para ahli pasca jatuhnya
orde baru untuk menciptakan model pendidikan kewarganegaraan, yang bertujuan
untuk membangun negara dan karakter bangsa serta meningkatkan martabat rakyat
Indonesia yang cerdas dan aktif dalam berbangsa dan bernegara. Pendidikan
demokrasi yang diterapkan pada zaman orde baru yang biasanya dikenal dengan
Pendidikan Kewiraan dan Penataraan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
dianggap oleh para ahli pendidikan kewarganegaraan sebagai sesuatu yang sangat
menyimpang dan direkayasa untuk memperlancar kekuasaan pemimpin. Kegagalan
model pendidikan kewarganegaraan ini terlihat dengan banyaknya praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Dan seakan-akan model pendidikan ini sengaja
diterapkan bukan untuk membangun karakter bangsa, melainkan melayani dan mempertahankan kekuasaan
pemimpin.
Menurut
Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) adalah pendidikan yang cakupannya lebih besar
daripada pendidikan demokrasi dan HAM harena mencakup kajian yang lebih luas,
seperti: pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, role of law, hak dan kewajiban warga
negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan masyarakat dalam
pembentukan masyarakat madani, dan sebagainya. Dari pengertian di atas dapat
dipahami bahwa pendidikan kewarganegaraan (Civic
Education) mengacu pada konsep pendidikan kewarganegaraan yang dikemukakan
oleh John J. Cogan dan Ray Derricot dalam karyanya yang berjudul “Citizenship for the 21st Century”
yang mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan harus mencakup unsur-unsur
yang harus dimiliki oleh warga negara sebagai berikut: pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan komitmen yang ideal harus dimiliki oleh setiap warga
negara.
Adapun
tujuan dari pendidikan kewarganegaraan ini adalah untuk membangun karakter
bangsa (Character Building) yang
demokrasi, toleran, berpikiran kritis, dan dapat menerima semua perbedaan yang
ada, sehingga terbentuk masyarakat yang diidamkan yaitu masyarakat madani.
2.
Pancasila
Pancasila
yang di bentuk dari dua kata yaitu: “panca”
yang artinya lima dan “sila” yang
artinya dasar mempunyai pengertian bahwa pancasila merupakan dasar yang
mempunyai lima unsur. Banyak ahli mengatakan bahwa Pancasila memang bersumber
dari nilai luhur masyarakat Indonesia sendiri dan perjalanan budaya dan
karakter bangsa ini. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kata Pancasila di
dalam kitab Negarkertagama milik agama budha yang berkembang pada masa
pemerintahan Majapahit. Kata Pancasila yang banyak dianut masyarakat jawa pada
masa tersebut mengalami perubahan setelah masuknya islam ke negeri ini. Kelima
ajaran Budha yang telah menjadi tradisi islam Jawa ini dikenal dengan “lima larangan” atau “lima pantangan” dalam
bermasyarakat, yaitu: (1) Mateni,
artinya membunuh; (2) Maling, artinya
mencuri; (3) Madon, artinya berzina;
(4) Mabok, artinya meminum minuman
keras; (5) Main, artinya berjudi. Hal
tersebut membuktikan bahwa Pancasila memang merupakan ideologi dan falsafah
negara yang bersumber dari negara kita
sendiri dan tentunya sesuai dengan ajaran agama islam.
Adapun
masalah diubahnya butir pertama Piagam Jakarta, yakni “Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa” bukanlah bukti kekelahan orang islam, melainkan bukti bahwa
tokoh-tokoh muslim dulu memiliki toleransi yang tinggi terhadap minoritas, dan
seakan-akan mereka ingin menunjukkan kepada kita bahwa persatuan dan kesatuan
bangsa ini sangat penting, karena tanpa perubahan butir tersebut mungkin
Indonesia yang tercinta ini masih belum bisa merdeka dan damai sebagimana
sekarang. Walaupun dengan perubahan tersebut para ulama dan cendikiawan muslim
bersepakat bahwa tidak ada satu sila pun
yang bertentangan dengan ajaran islam. Bahkan, mereka mengatakan bahwa
Pancasila sangat mirip dengan Piagam Madinah yang terdapat pada zaman Rasulullah, zaman yang
menurut Robert N. Bellah sebagai contoh pertama “negara bangsa modern” (modern nation state), karena pada zaman
ini segala hal dilakukan dengan keterbukaan, dan toleransi atas semua perbedaan
juga sangat ditekankan, sehingga kemajemukan agama dan suku yang dimiliki
Madinah pada zaman tersebut bukan menjadi tantangan melainkan menjadi nilai lebih yang dapat memperkuat
pemerintahan. Karena Pancasila merupakan kesepakan bersama, maka sudah
seharusnya ideologi negara kita ini dipertahankan dan dijaga dari rongrongan
kalangan yang ingin mengubah Indonesia ini menjadi negara yang berasaskan agama
atau edeologi lain kapan pun, dimana pun, dan oleh siapa pun, demi persatuan dan
kesatuan republik kita tercinta Indonesia.
3.
Identitas
Nasional
Identitas
nasional diartikan sebagai kekhasan yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
pembentukkannya selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena
itu, kita sebagai bangsa Indonesia harus bersikap kritis terhadap identitas
negara kita yang selalu di pengaruhi oleh perubahan zaman, dan kita juga harus
selalu menghayati dan menyadari jati diri kita sebagai bagian dari negeri ini.
Salah
satu identitas nasional kita sebagai orang Indonesia adalah kemajemukan.
Kemajemukan ini terbukti dengan adanya lima unsur penting, yaitu: sejarah,
kebudayaan, suku bangsa, agama, dan
bahasa.
Kemajemuan
yang merupakan identitas nasional bangsa Indonesia harus diiringi dengan sikap
masyarakat multikultural yang memiliki toleransi yang tinggi tanpa mengubah
akar dari identitas kita sendiri, karena sikap masyarakat multikultural inilah
yang akan memupuk demokrasi dan akhirnya akan merealisasikan konsep masyarakat
madani yang dapat mewujudkan cita-cita nasional, yaitu mencerdaskan dan
mensejahterakan bersama bangsa Indonesia.
Menurut
saya, pendidikan kewarganegaraan (civic education), Pancasila, dan
identitas nasional ini sangat penting, karena dengan pendidikan ini kita dapat
lebih mengerti tentang negara dan hal-hal yang berkaitan dengan keutuhan dan
kesatuannya, yang seharusnya kita jaga dan kita pertahankan, bukan malah kita
rongrong dan kita hancurkan atau bahkan kita ubah dengan ideologi-ideologi lain
yang kurang sesuai dengan kondisi Bangsa
Indonesia yang mempunyai identitas nasional dengan kemajemukan suku, budaya,
agama, dan bahasa. Oleh karena itu, saya berharap dengan adanya pendidikan
Kewarganegaraan ini dapat memupuk rasa toleransi dan demokrasi dalam diri
setiap rakyat Indonesia, sehingga semua bentuk penyimpangan, pemberontakan, dan
hal lain yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia bisa teratasi. Hingga akhirnya diharapkan bangsa ini dapat
mensejahterakan rakyatnya dan mampu mewujudkan cita-cita luhur yang telah
diangan-angankan nenek moyang kita para pendiri bangsa ini (founding father), dan terwujud masyarakat madani yang sesuai dengan
“baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur”.sumber:http://doktermuslimyonirazer.blogspot.com/2012/10/pendidikan-kewarganegaraan-civic.html