Puasa
sebagai Sarana Self Control,
Melatih
Sikap Jujur dan Kesetiakawanan Sosial
(oleh
: KH. Musyfiq Amrullah, Lc, M.Si.)
اَلسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ أَكْبرْ (×٩) اللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِلله كَثِيْرًا وَسُبْحٰنَ اللهِ
بُكْرَةً وَأَصِيْلًا سُبْحٰنَ مُحْيِ الْأَمْوَاتِ وَمُمِيْتُ الْأَحْيَاءِ
وَمُدَبِّرِ أَمْرِ الْآخِرَةِ وَالْأوْلى حَكَمَ وَأَمْضَى وَأَغْنَى وَأَقْنَى
وَأَضْحَكَ وَأَبْكَى وَأَمَاتَ وَأَحْيَا ذِي الْمَنَاظِرِ اْلأَعْلٰى رَبِّ
اْلآخِرَةِ وَاْلأُوْلٰى,
اللهُ أَكْبَرْ وَلِلّٰهِ الْحَمْد
اللّٰهُمَّ إِنَّا نَشْهَدُ أَنَّكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ وَلَا ِندَّلَكَ
وَلَامِثْلَ لَكَ وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ,
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ كَمَا أَعَزَّهُمْ بِهِ وَكَرَّمَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا,
أَمَّا بَعْدُ.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكّى
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلّى
يَاۤ أَيُّهَا النَّاسُ إِتَّقُوا اللهَ عِبَادَ اللهِ إِنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا
يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ أجل لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامُ وَحَرَّمَ لَكُمْ
فِيْهِ الصِّيَام
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu
Akbar Walillahi al-Hamdu
Jama’ah Shalat Ied yang dimuliakan
Allah..
Alhamdulillah hari ini kita
merayakan kemenangan setelah satu bulan lamanya kita dibina melalui training
Shaum Ramadhan yang sedikit banyaknya menyimpan pelajaran bagi kita yang mau
meningkatkan nilai puasa yang janji Allah akan membentuk manusia yang muttaqin,
yang hal tersebut tidaklah mungkin akan dapat diraih jika hanya menahan lapar
dan dahaga saja. Puasa yang berfungsi menahan hawa nafsu, yang mana hawa nafsu
kita lebih cenderung mengarahkan kita kepada tindakan negatif, maka dengan
puasa sesungguhnya kita dapat mengendalikannya ke arah yang positif, Allah SWT
berjanji bagi mereka yang dapat mengendalikan hawa nafsunya maka Allah akan
memberikan Surga sebagai balasannya.
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ
وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (٤٠) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Artinya : Barang siapa yang takut
kepada maqom Robbnya dan dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka sesungguhnya
surgalah tempatnya (QS An Naazi’at : 40)
Puasa merupakan anugrah Allah untuk
manusia (mukminin), agar manusia dapat menjadikannya sebagai cara yang sangat
efektif dalam menumbuhkembangkan kesadaran self control
(pengendalian diri) dalam diri manusia. Nafsu sejatinya memang harus tetap
dapat terkontrol agar manusia dapat menuju tatanan yang yang baik dan
menguntungkan. Namun manusia secara naluriayah dan lahiriyah sangat lah lemah
dalam mengontrol nafsunya.
Telah terbukti dalam sejarah, ketika
syahwat manusia mendominasi dari akal fikirannya, banyaklah manusia yang
terjerem-bab dalam kesesatan dan menghantarkannya ke level kehancuran sehingga
adanya manusia yang lupa akan jati dirinya bahwa dia sebagai manusia. Ada yang
perilakunya seperti binatang bahkan ada juga yang mengaku dirinya sebagai
tuhan.
Puasa yang disyari’atkan dalam Islam
bukanlah bertujuan mematikan nafsu syahwat secara total, tapi justru untuk
mengontrol agar nafsu ini tetap dalam posisi netral/moderat, agar dia tetap
sebagai manusia yang normal yang mempunyai hasrat, keinginan, emosi dan
semangat hidup menuju kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.
Nafsu menurut Imam Al Ghozali
bertumpu kepada dua muara yaitu Bathn (perut) dan Farj
(kemaluan). Maka kebejatan moral, kerusakan yang terjadi diberbagai penjuru
dunia ini tidak lepas dari akibat kedua nafsu yang tidak terkendalikan.
Kerusakan yang terjadi di muka bumi ini adalah ulah tangan manusia yang
bersumber dari kedua nafsunya manusia sebagaimana firman Allah SWT :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِ النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِى
عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya : Telah nampak kerusakan
di daratan dan di lautan adalah akibat ulah tangan manusia, agar (Allah)
merasakan kepada mereka dari sebagian apa yang mereka telah kerjakan agar
mereka kembali (kepada kebenaran). (QS Ar Rum : 41)
Terjadinya tanah longsor akibat pembabatan
hutan yang menjadi-jadi, banjir dimana-mana akibat pembangunan gedung yang
tidak memperhatikan rembesan air yang layak dan akibat ketidaksadaran manusia
membuang sampah di saluran-saluran air, lautan tercemar akibat limbah-limbah
pabrik yang dibuang sembarangan sehingga berdam-pak kematian kepada hewan laut
bahkan manusia. Inilah buah keserakahan manusia yang hanya memikirkan dirinya
dan keuntungan bisnisnya tidak memikirkan ekosistem dan keselamatan yang
lainnya. Ini bersumber dari nafsu perut.
Belum lagi terjadi korupsi baik
pribadi dan korupsi berjamaah yang banyak merugikan kehidupan bangsa dan
negara, percaloan dari tingkat stasiun kereta api hingga percaloan di
lingkungan anggota DPR, rebutan kekuasaan melalui PILKADA, hingar bingarnya
PILPRES yang belum lama diselenggarakan yang tidak sedikit dengan cara-cara
yang tidak sehat seperti money politic, kecurangan peng-gelembungan
suara, menjatuhkan lawan politik dengan black compagne dan sebagainya,
ini pun bermuara pada nafsu perut, bahkan baru kali ini terjadi perbedaan yang
mencolok hasil perhitungan cepat (quick count) yang dilakukan oleh
lembaga survey. Ini bisa terjadi karena lembaga itu sudah tidak lagi
menggunakan kaidah-kaidah survey, tapi justru dengan cara-cara menyalahi aturan
tersebut karena adanya lembaga tersebut dibiayai oleh tim sukses masing-masing
calon, bahkan ada di antara lembaga tersebut yang menjadi konsultan politik
dari calon tertentu. Sehingga jika hasil surveynya gagal berarti dia juga gagal
sebagai konsultan politik, sehingga adanya indikasi kecurangan dengan merubah
hasil surveynya secara sistematik, sehingga hasilnya pun sangat bertolak
belakang dengan yang sebenarnya dan tidak sedikit juga dia melakukannya karena
adanya pesanan dari kandidat, sehingga dia berusaha untuk menjaga image-nya
sebagai konsultan agar dia dianggap sukses sebagai konsultan politik. Perilaku
seperti ini jelas merugikan banyak orang bahkan juga membahayakan tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap seperti ini dilakukan akibat manusia
tidak dapat mengendalikan nafsu perutnya.
Kemudaian yang kedua nafsu farj
(seksual), yang diawali dari pandangan antara dua jenis manusia yang berbeda,
pemandangan-pemandangan yang meng-ganggu nafsu, dimulai dari mode-mode pakaian
yang menampakan aurat yang tidak sedikit akan membangkitkan syahwat farj
ini, sehingga terjadi pergaulan bebas, free sex, kumpul kebo, free
love, bahkan terjadinya tindakan aborsi, pembunuhan akibat adanya
perselingkuhan dan persaingan cinta, ini didasari dari nafsu farj.
Bahkan baru-baru ini terjadi
perilaku penyimpangan seksual terhadap anak anak didik yang mereka masih
tergolong ingusan, justru dilakukan oleh oknum guru di salah satu sekolah
international, juga hal ini terjadi di beberapa daerah
Maka satu bulan penuh kita dididik
untuk dapat mengendalikan kedua nafsu ini, yang halal saja diharamkan kita
melakukannya di siang hari bulan Ramadhan terlebih yang diharamkan. Jika kita
amalkan ajaran Ramadhan ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dalami yang
dijanjikan Allah, akan kita dapatkan insya Allah.
Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu
Akbar … Walillaahilhamdu
Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan
Allah ..
Menurut Dr. Quraisy Syihab dalam
bukunya Wawasan Al Quran, “Taqwa” terambil dari akar kata yang bermakna
menghindar, menjauhi atau menjaga diri, maka kalimat perintah “ittaqillah”
berarti hindarilah murka dan siksa Allah atau jagalah dirimu dari azab dan
murka Allah.
Sebagaimana kita ketahui siksa Allah
ada dua macam :
- Siksaan di dunia akibat pelanggaran terhadap
hukum-hukum Allah seperti makan berlebihan dapat menimbulkan penyakit,
tidak mengendalikan diri dapat menjerumuskan kepada bencana, merusak alam
akan menjadi musibah, dan lain sebagainya .
- Siksa di akhirat akibat pelanggaran hukum-hukum syariat
seperti tidak shalat, tidak puasa, mencuri, korupsi, melanggar hak-hak
manusia dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan siksa neraka.
Syekh Muhammad Abduh mengatakan
bahwa menghindari siksa Allah atau hukuman-hukumannya diperoleh dengan
menghindari diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang
diperintahkan-Nya. Hal ini terwujud dengan rasa takut kepada Allah yang berawal
takut dari siksa-Nya.
Dengan demikian orang yang bertaqwa
berarti orang yang merasakan kehadiran Allah setiap saat. Hal tersebut bisa
diperoleh melalui banyak cara antara lain melalui shoum (puasa), karena shoum
menyadarkan kita terhadap pengawasan Allah. (Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur’an
, hal 531-532).
Allahu Akbar… Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah …
Pengawasan Allah yang dikenal dalam
istilah agama kita disebut “Muroqobatullah”, pengawasan Allah jelas
berbeda dengan pengawasan KPK, jaksa, intelijen, polisi misalnya, apalagi orang
biasa, tugas pengawasan-pengawasan manusia sedemikian terbatas karena memang
manusia makhluk yang mempunyai keterbatasan, berbeda dengan Allah yang
sedemikian melekat dan mengetahui sekecil apapun, bukankah banyak ayat-ayat
yang menyatakan hal tersebut.
Maka dalam ibadah shoum kita
sangat terasa pengawasan tersebut, bayangkan ketika kita berwudhu disiang bulan
puasa, ketika kita berkumur bukankah ada peluang emas kita untuk berbuat curang
seperi meneguk air misalnya, sekedar membasahi tenggorokan kita yang kering,
tapi mengapa peluang itu tidak kita manfaatkan dengan baik, padahal seorang pun
tak ada yang tahu. Di sanalah kita sadar adanya pengawasan Allah yang
sedemikian melekat karena Allah memang dekat dengan kita, bahkan lebih dekat
dengan urat nadi kita sebagaimana firman-Nya :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ
وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ
الْوَرِيْدِ
Artinya : Dan telah kami
ciptakan manusia dan kami mengetahui apa-apa yang dibisikan oleh hatinya dan
kami lebih dekat dari urat nadinya (QS Qaf : 16)
Maka pendidikan puasa ini amat
sangat berharga bagi kehidupan kita yang melatih kita agar dapat mengendalikan
nafsu syaithoniyyah kita yang menjerumuskan kepada siksa Allah, karena
perbuatan kita Allah akan perlihatkan kepada kita walau di dunia kita lakukan
di dalam kamar tertutup dalam kegelapan tanpa lentera sekali pun. Allah SWT
berfirman :
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
خَيْرًا يَرَهُ (٧) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَاهُ
Artinya : Barang siapa beramal
sekecil apapun kebaikan maka Allah akan perhatikan, Barang siapa beramal
sekecil apapun kejelekan maka Allah akan perhatikan (QS Az Zalzalaah :7-8)
Dalam kehidupan kita di dunia
initidak sedikit kita berbuat dan bersikap seolah Allah tidak melihat perbutan
kita, berapa banyak di antara kita yang melakukan kebohongan publik, bersikap
tidak jujur, mengkhianati amanah demi kepentingan-kepentingan pragmatis. Sikap
seperti ini sama saja dia menganggap seolah Allah tidak tahu.
Padahal jujur merupakan bagian dari
AKHLAKUL KARIMAH, dengan kejujuran ini lah Rasulullah bisa diterima oleh semua
orang, berdakwahnya sukses, karena beliau belum pernah berdusta sejak mudanya,
sehingga beliau digelari “al amiin”.
Bahkan beliau pernah diuji kejujuran
beliau ketika melaksanakan perjanjian Hudaibiyah, yang poin-poinnya merugikan
orang Islam. Antara lain isi dari Perjanjian Hudaibiyah yakni “Jika ada orang
MEKKAH ada yang ke MADINAH (setelah perjanjian ini) MAKA DIA HARUS DIKEMBALIKAN
KE MEKKAH, SEBALIKNYA JIKA ADA ORANG MADINAH YANG INGIN KEMBALI KE MEKKAH TIDAK
BOLEH DIHALANGI”.
Poin ini jelas sangat merugikan umat
Islam, sehingga ketika adanya beberapa orang muslim yang berhijrah ke Madinah
(setelah perjanjian ini) dan sampai ke Madinah maka terpaksa Rasulullah dengan
berat hati meminta kepada mereka untuk kembali ke Mekkah sesuai dengan isi
perjanjian. Meskipun mereka merengek agar tidak ingin dikembalikan ke Mekkah.
Akhirnya beberapa sahabat itu pergi dari Madinah tapi tidak kembali ke Mekkah
mereka tinggal beberapa hari di antara Mekkah dan Madinah.
Perlu nampaknya kita ambil teladan
ini, sikap jujur tetap beliau pertahankan walaupun sangat berat bagi dirinya,
Nabi Muhammad SAW konsekuen menaati perjanjian yang sudah beliau sepakati,
walaupun hal itu secara lahiriyah merugikannya. Kejujuran dan perkataan benar
merupakan bagian dari Taqwa kepada Allah. Dan Allah memerintahkan orang yg
beriman agar senantisa hidup bersama dengan orang orang yang jujur.
Sebagaimana Allah swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ -١١٩-
Artinya : Wahai orang orang yang
beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dan jadilah kalian bersama
orang orang yang berkata benar (jujur) (Q.S. At-Taubah 119)
Karena kejujuran dan konsekuen
kepada kebenaran, Allah akan memudah-kannya ke syurganya. Sebaliknya kebohongan
dan tidak konsekuen kepada kebenaran Allah akan memudahkan dia jalan ke neraka
.
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Sesungguhnya berkata benar
(jujur) akan menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan akan (dimudahkan) jalan
menuju surga. Sesungguhnya seseorang yang selalu berkata benar (jujur) akan
dicatat (oleh Allah) sebagi orang yang jujur. Sesungguhnya kedurhakaan (bicara
dusta) akan menghantar kepada perbuatan dosa dan perbuatan dosa akan
(memudahkan) jalan menuju neraka, Sesungguhnya orang yang selalu berdusta
(tidak berkata jujur) akan dicatat sebagai pendusta (HR .Muttafaqun alaih).
Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu
Akbar …
Dalam ibadah puasa ini, juga
memberikan pelajaran kesetiakawanan sosial, karena Islam adalah agama kasih
sayang.
Untuk berkasih sayang dengan orang
lain, berusaha tidak mendzolimi orang lain, karena memang Islam Agama yang
Rahmatan Lil ‘Alamiin ini mengajarkan kita seperti itu. Maka kita harus banyak
mengintrospeksi diri terhadap sikap keberagamaan kita selama ini mengingat
Islam yang amat luas sehingga adanya kita memandang Islam itu sebagian saja dan
menyimpulkannya seolah-olah apa yang kita lakukan itu sudah Islam yang kaffah
dengan pemahaman yang terbatas itu serta merta kita bersikap arogan membabi
buta dengan menganggap dirinya paling benar dan kelompok lain salah. Bahkan
bukan hanya itu dengan pemahamannya itu pun bertindak anarkis yang seolah-olah
itu adalah ajaran Islam.
Sikap di antara kita seperti itu
memang sebuah fenomena keberagamaan di antara kita akibat pemahaman Islam yang
sempit. Sehingga dengan sikap seperti itu lahirlah penilaian-penilaian yang
negatif pula terhadap Islam, padahal yang melakukan adalah sekelompok umat
Islam, tapi mereka menggeneralisir sebagai ajaran Islam. Tentu tidak sepenuhnya
penilaian negatif mereka terhadap Islam itu hanya didasari atas perilaku sekelompok
umat Islam saja, tapi juga akibat ketidaktahuan dan kedengkian dengan tujuan
agar Islam itu padam (tidak ada orang yang mau beragama Islam)
Allah SWT berfirman :
يُرِيْدُوْنَ أَنْ يُطْفِئُوا نُوْرَ
اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبى اللهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُوْرَهُ وَلَوْ كَرِهَ
الْكَافِرِيْنَ
Artinya : Mereka berkehendak
mematikan Nur (Agama) Allah dengan mulut mereka. Tetapi Allah menolaknya
sehingga menyempurnakan Nur (Agama)-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.
(QS At Taubah : 32)
Sikap-sikap kita yang kontra
produktif ini juga menyebabkan adanya sebagian orang yang bersikap Islamphobia
merasa takut kepada Islam seolah Islam itu menyeramkan.
Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu
Akbar … Walillaahilhamdu
وَمَآأَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya : Dan tidaklah kami
mengutus engkau (Muhammad) kecuali rahmat bagi seluruh alam (QS Al Anbiya :
107)
Ayat ini merupakan khitob Allah
kepada Nabi Muhammad SAW bahwa diutusnya beliau semata-mata untuk menebar
rahmat (kasih sayang) untuk seluruh alam yang bukan hanya terbatas kepada
manusia saja namun makhluk lain juga seperti hewan. Hal itu dapat kita buktikan
dari ajaran-ajaran Nabi SAW untuk menyayangi binatang. Seperti sabda beliau
kepada sahabatnya :
Artinya : Bertaqwalah kalian
kepada Allah terhadap binatang ini jika kalian ingin menungganginya
tunggangilah dengan cara yang baik jika kalian ingin mengkonsumsinya sebagai
makanan maka makanlah dengan cara yang baik
Artinya : Jika kalian ingin
menyembelihnya sembelihlah dengan cara yang baik, demikian juga jika kalian
membunuhnya dengan cara yang baik pula. Demikian juga kita dapatkan informasi
Nabi Muhammad SAW kelak adanya manusia masuk surga karena memberi minum kepada
anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Demikian pula adanya orang
masuk neraka akibat perilakunya yang buruk terhadap kucing.
Sikap seperti yang diajarkan Islam
ini didapat sebelum dunia barat memperkenalkan organisasi pecinta binatang.
Jika Islam memperlakukan hewan saja seperti itu tentu ajaran memperlakukan manusia
jauh lebih baik, jika menganiaya binatang saja neraka tempatnya bagaimana
menganiaya manusia yang tak bersalah seperti membunuh, meledakan bom hingga
banyak korban yang tak berdosa.
Kita dapatkan banyaknya buku-buku
yang ditulis oleh orang-orang barat khususnya yang beragama Nashrani dan
Yahudi. Islam seolah agama yang menakutkan, bak monster pembunuh, Nabi kita
digambarkan dengan drakula dan sebagainya. Barnaby Rogerson dalam bukunya “Biografi
Muhammad” dia berkata : “Nabi Muhammad mempunyai rating negatif didunia
barat”. Dalam buku “A life of Muhammad” karya orientalis Sir William
Muir yang menganggap Rasulullah sebagai “Mahound” (roh jahat) yang juga
ditulis oleh Salman Rusdi dalam novelnya yang kontroversial “The Satanic
Verses” tuduhan mereka bahwa Islam ditebarkan dengan pedang karena mereka
melihat banyaknya pembebasan/penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh umat
Islam seperti pembebasan Andalusia (Spanyol), Liberia (Portugal) dan menerobos
daerah jantung peradaban Kristen pada saat itu Prancis. Fakta-fakta ini
dijadikan argumen oleh mereka “Islam Agama Pedang”. Mereka lupa kekejaman
mereka ketika menjajah dataran Asia, Afrika juga berulang kali menyerbu
kerajaan-kerajaan kuno Arab seperti Hira, Petra, Himyar, Palestina dan
sebagainya oleh kerajaan Romawi, justru negara-negara tersebut terbebas setelah
Islam datang, belum lagi penjajahan yang dilakukan pada abad 18 terhadap yang
dilakukan oleh Negara seperti Belanda, Inggris, Prancis, Spanyol dan lain
sebagainya. Akan lebih meyakinkan kita bahwa Islam adalah agama rahmatan lil
alamiin jika kita perhatikan beberapa prinsip-prinsip ajaran Islam:
1. Larangan
memaksa orang untuk masuk Islam (عدم الإكراه)
Allah SWT berfirman :
لَا إِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ
Artinya : Tidak ada paksaan di
dalam Agama (Islam) (QS Al Baqarah : 256)
Prof. Dr. Wahbah Azzualy dalam
tafsirnya (Tafsir Al Munir) mengatakan : “Bahwa ayat ini merupakan salah
satu prinsip Islam yang agung dan etika bersiyasah yang luhur dalam Islam. Yang
tidak membenarkan pemaksaan seseorang untuk masuk Islam”. Ayat ini kata beliau
dalil yang sedemikian jelas untuk membantah pandangan bahwa Islam tegak dengan
pedang. Umat Islam sebelum Hijrah belumlah ada kemampuan untuk mengadakan
perlawanan terlebih pemaksaan kepada mereka (kafir). Bahkan ketika Islam sudah
kuat ketika di Madinah, tidaklah didapat adanya pemaksaan terhadap seseorang
untuk masuk Islam, justru hal yang terbalik dilakukan oleh umat lain seperti
Nashrani. Jika Jihad atau peperangan itu terjadi dalam sejarah Islam semata
karena perlawanan terhadap serangan musuh, dan memberi ketentraman terhadap
beragama, dan memberikan peluang untuk menyebarkan Islam ketika adanya halangan
dari penguasa lalim.
Dalam peperangan pun Rasulullah SAW
sering mengingatkan kepada Jundillah (tentara) agar tidak
membunuh wanita, melindungi anak-anak dan tidak menghancurkan tempat-tempat
ibadah agama lain. Bukankah itu bentuk rahmat Islam. Jika dalam kondisi
peperangan Rasulullah SAW berwasiat seperti diatas, lantas dengan alasan apa
kita menghancurkan tempat ibadah agama lain yang justru bukan dalam Daarul
Harb (peperangan). Namun tentu pendirian tempat ibadah harus juga
prosedural sesuai dengan aturan sehingga tidak menyulut amarah dari umat agama
yang berbeda
2.
Al-Waq’iyyah (الواقعية) berpijak kepada
kenyataan objektif
Al quran yang merupakan sumber utama
ajaran Islam, menegaskan bahwa ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia
seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT :
فَأَقِمْ وَجْحَكَ لِلدِّيْنِ
حَنِيْفاً فِطْرَتَ اللهِ
Artinya : Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada fitrah Allah … (QS Ar Rum : 30)
Fitrah berarti naluri dasar yang
pasti dimiliki oleh umat manusia manapun, maka ajaran Islam tidaklah pernah
mengajarkan yang bertentangan dengan fitrah tersebut. Seperti kecendrungan
laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya, Islam melegalkan dengan cara
pernikahan. Lembaga pernikahan sedemikian sakral dalam Islam karena bukan hanya
melegalkan hubungan laki dan perempuan tapi juga sahnya penisbahan keturunan
sehingga adanya hukum perwalian waris dan sebagainya.
Pernikahan ini juga merupakan kritik
pedas kepada sebagian agama yang mengharamkan pimpinan agamanya untuk menikah
padahal secara naluri terdalam mereka membutuhkannya, maka kita dapatkan
banyaknya pimpinan agama mereka melakukan hubungan dengan lain jenis secara
ilegal alias berzina.
Maka pantaslah kalau Rasulullah SAW
menegur sikap sahabat yang tidak mau menikah (menggauli istrinya lagi) dengan
alasan amal ibadah mereka jauh lebih sedikit dibanding Rasul padahal beliau
sudah dijamin masuk surga sedangkan kita kata mereka tak ada apa-apanya
dibanding dengan Rasul; maka Rasulullah bersabda :
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ
مِنِّي
Artinya : Barang siapa yang tidak
menyukai terhadap sunahku maka dia bukan termasuk dari golonganku (HR
Muttafaqun Alaih)
3.
Prinsip kemudahan/tidak memberat-kan umat manusia (عدم
التكليف)
Allah SWT berfirman :
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اْليُسْرَ
وَلَا يُرِيْدُ بِكُم اْلعُسْرَ
Artinya : Allah menghendaki
terhadap kalian kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan (QS Al Baqoroh :
185)
Acapkali Rasulullah SAW jika
mengutus sahabatnya ke suatu daerah beliau berwasiat :
يسر ولا تعسروا بشروا ولا تنفروا
Artinya : Berikanlah kemudahan
jangan berikan kesulitan, berikanlah kabar berita yang baik jangan membuat
mereka jauh.
Kemampuan manusia berbeda, sementara
tuntutan ajaran agama Islam harus dilakukan. Disinilah ajaran Islam dapat kita
rasakan rahmatnya seperti dalam mengerjakan rukun Islam yang lima, yang
merupakan pokok ajaran Islam yang merupakan keharusan dilakukan oleh umatnya.
Namun dalam tataran praktek-nya tidak semua umat Islam dapat menjalankan sesuai
dengan yang diharapkan atau tidak dapat mengerjakan-nya sama sekali. Seperti
ibadah haji bukankah ibadah haji wajib?, Bagaimana dengan yang tidak mampu?,
Shalat diwajibkan berdiri bagaimana yang tidak mampu berdiri? Disana lah kita
dapat rahmat Islam adanya keringanan-keringanan terhadap umat yang tidak mampu
melaksanakannya dengan sempurna.
Ada beberapa keringanan-keringanan
dalam Islam yang sedemikian besar manfaatnya bagi umat manusia, antara lain :
- Gugurnya kewajiban haji dan umroh karena ketidakmampuan;
- Pengurangan, seperti pada shalat Qoshor bagi musafir;
- Penggantian, seperti Wudhu dan Mandi dengan tayamum
ketika tidak ada air. Shalat berdiri dengan duduk ketika tidak mampu
berdiri; Puasa dengan fidhyah (memberikan makan orang kafir) bagi
yang tidak mampu puasa
- Mendahulukan dan mengakhirkan, seperti shalat jama’
taqdim dan takhir;
- Mengkonsumsi yang haram dibolehkan jika darurat dan
sebagainya.
4.
Kesetaraan derajat dihadapan Allah
Islam tidak pernah melihat adanya
bangsa nomor satu dan dua, tidak juga melihat adanya kasta-kasta. Dihadapan
Allah semua sama yang membedakan adalah taqwanya :
إِنَّ أَكْـرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ
أَتْقَاكُــمْ
Artinya : . Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kalian disisi Allah adalah taqwanya … (QS Al Hujurat
: 13)
Rasulullah SAW juga bersabda :
لا فضل لعربي ولا عجمي إلا بالقوى
Artinya : Tidak ada kelebihan
bangsa Arab terhadap bang asing kecuali taqwanya (Alhadist)
Demikian pula halnya antara
laki-laki dan perempuan dihadapan Allah SWT sama dalam berkarya demikian Allah
tidak membedakan pahala/balasan bagi kedua-nya, firman Allah SWT :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْــثٰى وَهُوَ مُؤْمِن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن
ماكانوايعملون
Artinya : Barangsiapa yang
melakukan amal sholeh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman
maka kami akan memberikan kehidupan yang baik dan akan kami berikan pahala yang
jauh lebih baik dari apa yang mereka lakukan. (QS An Nahl : 97)
Dengan tidak adanya diskriminasi
berarti adanya peluang untuk saling “Istibaq fil Kahairaat” bukankah ini
bentuk rahmat, sehingga tidak adanya pengkaplingan orang-orang tertentu di
surga kelak, tapi perbedaan itu karena semata ketaqwaan yang membedakan.
Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu
Akbar … Walillaahilhamdu
Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan
Allah ..
Setelah kita renungkan pendidikan
Ramadhan, tentu kita mengharap ampunan Allah SWT agar kita dapat diampunkan
dosa-dosa kita yang lalai terhadap ajaran-ajaran Allah melalui pesan puasa
Ramadhan ini, dan semoga Allah juga menganugrahkan kita umur yang barokah
sehingga kita dapat dipertemukan lagi dengan Ramadhan tahun-tahun yang akan
datang.
Setelah ini kita pun akan saling
bersalam-salaman antara kita dengan kita, suami dengan istrinya, anak dengan
orang tuanya, saudara yang satu dengan yang lainnya, karena tidak sedikit
kesalahan kita sesama kita baik yang disengaja atau tidak.
Maka setelah itu bersihlah hati kita
dari segala dosa dan kesalahan karena sudah terampuni dan dimaafkan oleh sesama
kita seperti bayi yang keluar dari rahim ibunya yang tak ada sedikit pun dosa.
MINAL
AIDIN WAL FAAIDZIN, TAQOBBALALLAHU MINNA WAMINKUM ..